BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang digunakan untuk membantu masyarakat lain, menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas, sehingga dengan adanya zakat umat Islam tidak ada yang tertindas karena zakat dapat menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu, zakat sebagai salah satu instrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi untuk menbangkitkan bangsa dari keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah yang diwajibkan bagi orang-orang Islam, namun diperuntukan bagi kepentingan seluruh masyarakat.
Zakat merupakan bagian penting dalam kehidupan umat Islam. Bahkan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq orang-orang yang enggan berzakat diperangi sampai mereka mau berzakat. Itu karena kewajiban berzakat sama dengan kewajiban mendirikan sholat.
Zakat merupakan suatu ibadah yang dipergunakan untuk kemaslahatan umat sehingga dengan adanya zakat (baik zakat fitrah maupun zakat maal) kita dapat mempererat tali silaturahmi dengan sesama umat Islam maupun dengan umat lain.

1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian zakat?
b.      Apa landasan hukum zakat?
c.       Macam-macam zakat dan nishabnya?
d.      Siapa saja orang yang menerima zakat?
e.       Apa saja hikmah dari zakat?


1.3  Tujuan Pembahasan
a.       Mengetahui pengertian zakat.
b.      Mengetahui landasan hukum zakat.
c.       Mengetahui macam-macam zakat dan nishabnya.
d.      Mengetahui siapa saja orang yang menerima zakat.
e.       Mengetahui hikmah dari zakat.
























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zakat
Zakat (Bahasa Arab: زكاة transliterasi: Zakah) dalam segi istilah adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya). Zakat dari segi bahasa berarti bersih,suci,subur,berkat dan berkembang. Zakat merupakan rukun ke-empat dari rukun Islam.
Menurut syara’, zakat ialah pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan. Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkat, membersihkan jiwa dan menumpuknya dengan berbagai kebaikan. Kata-kata zakat itu, arti aslinya ialah tumbuh, suci, dan berkah. Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 103:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”(QS At-Taubah 103).
Zakat menurut istilah agama islam artinya sejumlah / kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.

2.2 Landasan Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya fardhu ‘ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salathaji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah. Orang yang menunaikannya akan mendapatkan pahala, sedangkan yang tidak menunaikannya akan mendapat siksa. Kewajiban zakat tersebut telah ditetapkan melalui dalil-dalil qath’i (pasti dan tegas) dalam Al-Qur’an dan Hadits serta telah disepakati oleh para ulama. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, baik terkait dengan pemilik harta maupun harta itu sendiri.
a.       Al-Quran

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Alloh maha mendengar lagi maha mengetahui". (Q.S At-Taubah ayat 103).
Di awal perkembangan Islam, tidak diberikan batasan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dan tidak diatur tarif nya, sementara dalam ayat-ayat yang turun di Madinah menegaskan zakat itu wajib, dalam bentuk perintah yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas.
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.(QS Al-Baqarah Ayat 110) .
Pada tahun 2 H di Madinah, aturan zakat mulai lebih jelas seperti syarat harta yang terkena zakat dan cara perhitungannya. Di dalam beberapa ayat al-quran, Allah mengancam orang-orang yang tidak membayar zakat dengan hukuman berat di akhirat dan kebinasaan atas harta yang dimilikinya.
يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
Artinya : “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu". (QS At-Taubah : 35).
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
            Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (QS Ar-Rum : 39).
b.      As-sunnah
            Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : “Dan mereka tidak enggan membayar zakat kecuali daerah tersebut dihalangi dari hujan. Kalaulah bukuan karena binatang mereka tidak akan diberi hujan.” (HR. Ibn Majah, al-Bazzar dan al-Baihaqi).
            Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda: “Siapa yang dikaruniai oleh Allah kekayaan tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan didatangi seekor ular jantan gundul yang sangat berbisa dan menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya.” (HR Bukhari).
            “Golongan yang tidak mengeluarkan zakat (di dunia) akan ditimpa kelaparan dan kemarau panjang.” (HR Tabrani).
            “Bila shadaqah (zakat) bercampur dengan kekayaan lain, maka kekayaan itu akan binasa.”(HR Bazar dan Baihaqi).
            “Zakat itu dipungut dari orang-orang kaya di antara mereka, dan diserahkan kepada orang-orang miskin.” (HR Bukhari).
            Juga hadits riwayat muttafaqun alaihi yang artinya: "Islam didirikan diatas lima dasar: Mengikrarkan bahwa tidak ada tuhan selain Alloh dan Muhammad adalah utusan Alloh, mendirikan sholat, membayar zakat, menunaikan haji, dan berpuasa pada bulan Romadhon". (H.R. Muttafaq 'alaih).

2.3 Macam-Macam Zakat
Secara umum zakat terbagi menjadi dua, yaitu zakat jiwa (nafsh) / zakat fitrah dan zakat maal.
2.3.1 Zakat Fitrah
Pengertian fitrah ialah sifat asal, bakat, perasaan keagamaan dan perangai. Sedangkan zakat fitrah adalah zakat yang berfungsi yang mengembalikan manusia muslim keadaan fitrahnya, dengan menyucikan jiwa mereka dari kotoran-kotoran (dosa-dosa) yang disebabkan oleh pengaruh pergaulan dan sebagainya. Zakat fitrah adalah sejumlah harta yang wajib ditunaikan oleh setiap mukallaf dan setiap orang yang nafkahnya ditanggung olehnya dengan syarat-syarat tertentu.
Rasulullah SAW. bersabda:
Artinya: “Zakat Fitri merupakan pembersih bagi yang berpuasa dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan kata-kata keji (yang dikerjakan waktu puasa), dan bantuan makanan untuk para fakir miskin”.(HR. Abu Daud)
Artinya: “Biasanya menyerahkan zakat fitri kepada yang berhak menerima satu atau dua hari sebelumnya.” (HR. Bukhari)
Artinya: “Barang siapa yang membayar zakat fitrah sebelum shalat ied, maka termasuk zakat fitrah yang diterima, dan barang siapa yang membayarnya sesudah shalat ied maka termasuk sedekah biasa (bukan lagi dianggap zakat fitrah)“. (HR. Bukhari dan Muslim)
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.” (HR. Bukhari, no. 1503 dan Muslim, no. 984).
Bentuk zakat fitrah adalah berupa makanan pokok seperti kurma, gandum, beras, kismis, keju dan semacamnya. Para ulama sepakat bahwa kadar wajib zakat fithri adalah satu sho’ dari semua bentuk zakat fitrah kecuali untuk qomh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian ulama membolehkan dengan setengah sho’.
Satu sho’ dari semua jenis ini adalah seukuran empat cakupan penuh telapak tangan yang sedang . Ukuran satu sho’ jika diperkirakan dengan ukuran timbangan adalah sekitar 3 kg. Ulama lainnya mengatakan bahwa satu sho’ kira-kira 2,157 kg. Artinya jika zakat fithri dikeluarkan 2,5 kg seperti kebiasan di negeri kita, sudah dianggap sah.
Syarat-syarat wajib zakat fitrah adalah sebagai berikut :
a.       Beragama Islam.
b.      Lahir dan hidup sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan.
c.       Memiliki harta yang berlebih dengan ketentuan kelebihan harta untuk dirinya sendiri dan untuk keluarganya. Sedangkan bagi yang kekurangan tidak diwajibkan untuk membayar zakat fitrah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan zakat fitrah :
a.       Orang yang wajib dibayarkan zakat fitrahnya adalah seluruh dari anggota keluarga dan orang yang ditanggungnya
  1. Bayi yang lahir sebelum waktu magrib tanggal 1 syawal wajib dizakati. Termasuk wanita yang dinikahi sebelum waktu magrib tanggal 1 syawal wajib dizakati oleh suaminya. 
  2. Orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah untuk diri dan keluarganya adalah mereka yang punya kelebihan makanan di hari idul fitri. 
  3. waktu pengeluaran adalah malam hari sampai dengan menjelang pelaksanaan shalat idul fitri
  4. Zakat fitrah berupa makan pokok masyarakat setempat
Rukun zakat fitrah diantaranya :
a.        Niat
b.       Terdapat pemberi zakat fitrah atau musakki
c.        Terdapat penerima zakat fitrah atau mustahik.
d.       Terdapat makanan pokok yang dizakatkan.
e.        Besar zakat fitrah yang dikeluarkan sesuai dengan ketentuan.

Waktu dalam membayar zakat
Yang menunjukkan waktu afdhol adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Sedangkan dalil yang menunjukkan waktu dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum hari raya adalah disebutkan dalam shahih Al Bukhari,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ – رضى الله عنهما – يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا ، وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum hari Raya ‘Idul Fithri.” (HR. Bukhari no. 1511).
Ada juga sebagian ulama yang membolehkan zakat fithri ditunaikan tiga hari sebelum ‘Idul Fithri. Riwayat yang menunjukkan dibolehkan hal ini adalah dari Nafi’, ia berkata,
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ إِلَى الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ
“‘Abdullah bin ‘Umar memberikan zakat fitrah atas apa yang menjadi tanggungannya dua atau tiga hari sebelum hari raya Idul Fithri.” (HR. Malik dalam Muwatho’nya no. 629, 1: 285).
Zakat ini wajib dikeluarkan dalam bulan Ramadhan sebelum shalat ‘ied, sedangkan bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah setelah dilaksanakan shalat ’ied maka apa yang diberikan bukanlah termasuk zakat fitrah tetapi merupakan sedekah, hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw dari ibnu Abbas, ia berkata,
“Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah itu sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor dan sebagai makanan bagi orang yag miskin. Karena itu, barang siapa mengeluarkan sesudah shalat maka dia itu adalah salah satu shadaqah biasa.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majjah)
Melewatkan pembayaran zakat fitrah sampai selesai shalat hari raya hukumnya makruh karena tujuan utamanya membahagiakan orang-orang miskin pada hari raya, dengan demikian apabila dilewatkan pembayaran hilanglah separuh kebahagiannya pada hari itu.

2.3.2 Zakat Maal
Zakat Maal (harta) adalah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara hukum (syara). Maal berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti harta.
Secara umum seseorang berkewajiban mengeluarkan zakat mal apabila sudah memiliki syarat sebagai berikut :
a. Islam.
Zakat mal ini hanya diambil dari kaum Muslimin dan tidak diambil dan tidak diterima dari kaum kafir, baik kafir harbi maupun kafir dzimmi; karena firman Allâh Azza wa Jalla :
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ
Artinya: “Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allâh dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan”. [at-Taubah/9:54].
Ini juga didukung oleh pesan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu ke Yaman untuk mendakwahi mereka agar memeluk Islam terlebih dahulu. Jika sudah memeluk Islam, baru setelah itu, mereka diperintahkan untuk menunaikan zakat. Dengan demikian jelas bahwa Islam merupakan syarat wajib zakat. [lihat Hâsyiah Ibnu Qâsim atas Raudh al-Murbi’, 3/166].
b. Merdeka.
Zakat mal ini tidak dibebankan kepada hamba sahaya, karena ia tidak memiliki harta. Semua hartanya adalah harta majikan atau tuannya. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar bin al-Khathab Radhiyallahu anhuma, beliau berkata :
 سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِيَقُوْلُ : مَنِ ابْتَاعَ نَخْلاً بَعْدَ أَنْ تُؤَبَّرَ فَثَمَرَتُهَا لِلْبَائِعِ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ, وَمَنِ ابْتَاعَ عَبْداً وَلَهُ مَالٌ فَمَالُهُ لِلَّذِيْ بَاعَهُ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ
Artinya : “Aku telah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang membeli pohon kurma setelah dikawinkan maka buahnya milik penjual kecuali bila pembeli mensyaratkannya. Barangsiapa yang membeli budak yang memiliki harta maka hartanya milik penjual kecuali pembeli mensyaratkannya.” [Muttafaqun ‘Alaihi].
Ini juga dikuatkan dengan pernyataan sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma :
لَيْسَ فِيْ مَالِ العَبْدِ زَكَاةٌ حَتَّى يُعْتَقَ
Artinya:”Tidak ada kewajiban zakat pada harta seorang budak sampai dia dimerdekakan”.
c. Memiliki Nishâb
Seorang Muslim yang merdeka wajib menunaikan zakat mal, apabila memiliki harta yang mencapai nishâb. Nishâb adalah ukuran standar (minimal) yang ditetapkan syariat untuk dikenai kewajiban zakat. Nishâb ini berbeda-beda sesuai dengan jenis harta.
Syarat ini disimpulkan dari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ وَلاَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ ، وَلاَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقِيَّ صَدَقَةٌ
Artinya :”Tidak ada zakat (pada harta) yang tidak mencapai lima wasaq; Juga pada harta yang tidak mencapai lima ekor onta; Serta yang tidak mencapai lima auqiyah” [Muttafaqun alaihi].
Apabila seorang Muslim tidak memiliki harta yang mencapai nishâb maka tidak diwajibkan berzakat.
d. Harta itu menjadi miliknya secara penuh
Maksudnya, harta itu dimiliki secara penuh oleh seseorang sehingga ia bebas mengelolanya dan tidak ada hubungan dengan hak orang lain.
Dengan demikian, tidak ada kewajiban zakat pada harta seorang tuan yang masih dihutang atau belum diserahkan budaknya untuk membebaskan diri, karena harta ini masih belum menjadi milik tuan sepenuhnya.
Demikian juga tidak diwajibkan zakat pada harta wakaf yang tidak diberikan untuk individu tertentu, seperti wakaf harta untuk fakir miskin atau untuk masjid atau sekolahan. Sedangkan wakaf yang diserahkan untuk individu tertentu seperti wakaf untuk keluarga Fulan maka ia tetap kena kewajiban zakat selama memenuhi kreteria yang lainnya.

e. Berlalu setahun lamanya
Syarat ini ditetapkan berdasarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma yang berbunyi :
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ : لاَ زَكَاةَ فِيْ مَالٍ حَتَّى يَحُوْلَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
Aku telah mendengar Rasûlullâh bersabda, “Tidak ada zakat pada harta sampai harta itu berlalu setahun lamanya [HR. Ibnu Mâjah rahimahullah , no. 1792 dan dishahihkan al-Albâni rahimahullah dalam shahih sunan Ibnu Mâjah 2/98].
Juga hadits Ali Radhiyallahu anhu yang berbunyi :
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
Diriwayatkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , beliau bersabda, Tidak ada zakat pada harta hingga harta itu berlalu setahun lamanya [HR Abu daud no. 1571 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahîh Sunan Abi Daud 1/346].
Demikian juga dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, beliau Radhiyallahu anhuma berkata :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اسْتَفَادَ مَالًا فَلَا زَكَاةَ عَلَيْهِ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
Rasûlullâh bersabda, “Barangsiapa memanfaatkan harta maka tidak ada zakat atasnya sampai harta itu berlalu setahun” [HR at-Tirmidzi rahimahullah dalam Sunannya no. 631 dan dishahihkan al-Albâni rahimahullah dalam Shahîh Sunan at-Tirmidzi 1/348].
Maksudnya adalah tidak ada zakat pada harta sampai kepemilikannya terhadap harta itu berlalu selama dua belas bulan. Jika sudah berlalu setahun sejak awal masa kepemilikannya, maka dia wajib mengeluarkan dari zakat yang dimiliki tersebut.
Syarat ini hanya berlaku pada tiga jenis harta; yaitu hewan ternak yang digembalakan, emas dan perak (atsmân) dan zakat barang perdagangan.
Zakat maal terbagi menjadi beberapa jenis :
a.       Zakat Binatang Ternak
Segala ternak yang dipelihara untuk diperkembang biakkan dan telah sampai nisab diwajibkan membayar zakatnya.. Alasan diwajibkannya menunaikan zakat hewan ternak seperti unta, sapi dan kambing ialah karena hewan ini banyak sekali manfaatnya.
Syarat wajib zakat hewan ternak adalah pemiliknya beragama Islam, mencapai nisab dan sudah sempurna satu haul. Hewan ternak yang diwajibkan adalah hewan yang digembalakan.
“Pada unta yang digembalakan pada setiap jumlah yang mencapi 40 ekor unta, zakatnya adalah 1 ekor bintu labun.” (HR Abu Dawud).
Hewan ternak yang diwajibkan bukan hewan yang dipekerjakan.
“Tidak diwajibkan zakat pada sapi yang dipekerjakan.” (HR Thabrani, Abu Dawud, Baihaqi)
1)      Unta
Kewajiban zakat unta dijelaskan Nabi dalam haditsnya dari Anas ra. Menurut riwayat Al-Bukhari yang menyampaikan sabda Nabi yang artinya,
Setiap 24 ekor unta atau kurang, maka zakatnya seekor kambing betina. Untuk setiap 5 ekor unta, jika jumlahnya 25 sampai 35 ekor, maka zakatnya satu ekor anak unta betina berumur 1-2 tahun atau satu ekor anak unta jantan berumur 3-4 tahun, jika jumlahnya 36 ekor sampai 45 ekor, zakatnya 46 sampai 60 ekor unta, zakatnya adalah seekor unta betina berumur 3-4 tahun”. (HR Bukhari)
Nishabnya yang pertama-tama ialah bila seseorang memiliki 5 ekor. Artinya, kalau kurang dari itu maka tidak wajib dizakati. Selanjutnya, zakatnya semakin bertambah bila bilangan unta itu semakin banyak. Perhatikanlah tabel berikut ini:

Nishab
ZAKATNYA
5   —
 9 ekor
1 ekor kambing
10 —
14 ekor
2 ekor kambing
15 —
19 ekor
3 ekor kambing
20 —
24 ekor
4 ekor kambing
25 —
35 ekor
1 ekor unta Bintu Makhadh
36 —
45 ekor
1 ekor unta Bintu Labun
46 —
60 ekor
1 ekor unta Hiqah
61 —
75 ekor
1 ekor unta Jadz'ah
 76 —   90 ekor
2 ekor unta Bintu Labun
 91 —  120 ekor
2 ekor unta Hiqah

Keterangan :

a.       Kambing yang dikeluarkan sebagai zakat boleh berupa anak domba berumur 1 tahun, atau anak kambing biasa yang berumur 2 tahun. 
b.      Bintu Mikhadh: unta betina yang berumur 1 tahun, masuk tahun kedua. 
  1. Bintu Labun: unta betina berumur 2 tahun, masuk tahun ketiga. 
d.      Hiqah: unta betina berumur 3 tahun, masuk tahun keempat. 
  1. Jadz'ah: unta betina berumur 4 tahun, masuk tahun kelima. 
Berikutnya, setiap kali jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya ditambah seekor bintu labun, dan setiap kali bertambah 50 ekor, zakatnya ditambah seekor hiqah. Jadi, kalau jumlah unta mencapai 170 ekor umpamanya, maka bila telah berulang tahun, zakatnya adalah 3 ekor bintu labun dan seekor hiqah. Karena 170 ekor unta itu memuat 3 X 40 dan 1 X 50.
Adapun dalil dari keterangan tersebut di atas ialah sebuah atsar yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (1386), dari Anas RA, bahwasanya Abu Bakar RA telah menulis untuknya surat seperti tersebut di bawah ini, ketika beliau mengirimnya ke al-Bahrain untuk menghimpun zakat:
Artinya: "Dengan menyebut nama Allah Yang Pengasih Maha Penyayang. Inilah kewajiban zakat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW atas kaum muslimin, dan yang telah diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya. Maka, barangsiapa memintanya dari kaum muslimin sebagaimana mestinya, maka hendaklah zakat itu diberikan kepadanya. Dan barangsiapa meminta lebih dari itu, maka janganlah diberi: "Untuk 24 ekor unta atau kurang, zakatnya berupa kambing, tiap-tiap 5 ekor unta, seekor kambing. Lalu, apabila telah mencapai 25 sampai dengan 35 ekor, zakatnya seekor unta betina bintu makhadh. Kalau di antara unta-unta itu tidak ada bintu makhadh, maka seekor unta jantan ibnu labun. Lalu, apabila telah mencapai 36 sampai dengan 45 ekor, zakatnya seekor unta betina bintu labun. Selanjutnya, apabila telah mencapai 46 sampai dengan 60 ekor, zakatnya seekor hiqah yang telah patut disetubuhi pe- jantannya. Terus, apabila telah mencapai 61 sampai dengan 75 ekor, zakatnya seekor jadz 'ah. Lalu, apabila telah mencapai 76 sampai dengan 90 ekor, zakatnya 2 ekor bintu labun. Seterusnya, apabila telah mencapai 91 sampai dengan 120 ekor, zakatnya 2 ekor hiqah yang telah patut disetubuhi pejantannya. Terus, apabila telah lebih dari 120 ekor, untuk tiap-tiap 40 ekor, seekor bintu labun, dan untuk tiap-tiap 50 ekor, seekor hiqah'.
2)      Sapi
Kewajiban zakat sapi dijelaskan Nabi dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Mu’adz ra.
“Rasulullah Saw mengutusku ke Yaman, lalu beliau memerintahkan aku untuk mengambil zakat berupa seekor tabi’a dari setiap 30 ekor sapi dan musinnah dari setiap 40 ekor sapi.” (HR Malik, Abu Dawud)
Nishabnya yang terendah adalah 30 ekor. Jadi, kalau kurang dari itu tidaklah wajib dizakati. Selanjutnya, sapi yang wajib di-keluarkan sebagai zakat semakin bertambah sesuai dengan standar tertentu, manakala jumlah sapi semakin banyak.
Nisabnya
Zakatnya
30 - 39 ekor
S    seekor sapi jantan atau betina tabi'
40 - 59 ekor
Se  seekor sapi betina musinnah
60 - 69 ekor
2 e 2 ekor tabi'
70 - 79 ekor
Se  seekor musinnah dan seekor tabi
80 -89 ekor
2 e 2 ekor musinnah
90  – 99 ekor
3 e 3 ekor tabi’
100 – 109 ekor
Se  seekor musinnah dan 2 ekor tabi’
110 - 119 ekor
2 e 2 ekor musinnah dan seekor tabi’

Keterangan :
  • Tabi' ialah sapi berumur 1 tahun menginjak tahun kedua. 
  • Musinnah ialah sapi berumur 2 tahun menginjak tahun ketiga. 
Demikian seterusnya, tiap-tiap bertambah 30 ekor, maka zakatnya ditumbuh seekor tabi', dan tiap-tiap bertambah 40 ekor, zakatnya di tambah seekor musinnah.
Dalilnya ialah sebuah atsar riwayat at-Tirmidzi (623) dan Abu Daud (1576) dan lainnya, dari Mu'adz RA, dia berkata:

 بَعَثَنِىْ رَسُوْلُ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِلَى الْيَمَنِ ، فَاَمَرَنِىْ اَنْ آخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلاَثِيْنَ بَقَرَةً تَبِْعًا اَوْتَبِيْعَةٌ ، وَ مِنْ كُلِّ اَرْبَعِيْنَ بَقَرَةً مُسِنَّةً٠ 

Artinya: "Pernah aku diutus Rasulullah SAW ke Yaman. Aku disuruh me-mungut dari tiap-tiap 30 ekor sapi, seekor sapi jantan atau betina tabi', dan dari tiap-tiap 40 ekor sapi, seekor sapi musinnah.
3)      Kambing
Kambing barulah dizakati apabila jumlahnya telah menca-pai 40 ekor. Pada saat itu wajib dikeluarkan zakatnya seekor. Selanjutnya, zakat yang wajib dikeluarkan semakin bertambah, manakala jumlah kambing semakin banyak, sesuai dengan standar tertentu sebagai berikut:

Nisabnya
Zakatnya
40 - 120 ekor
1 ekor kambing domba berumur setahun atau 1 ekor kambing biasa yang ber­umur dua tahun.
121 - 200 ekor
2 ekor kambing.
201 - 300 ekor
3 ekor kambing.

Zakat yang wajib dikeluarkan semakin bertambah ber-dasarkan standar tertentu, yaitu: tiap-tiap 100 ekor, seekor. Maksudnya, tiap kali jumlah kambing bertambah 100 ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan bertambah pula seekor kambing.
Dalilnya ialah hadits al-Bukhari (1386) dari Anas RA, yaitu surat Abu Bakar RA untuknya, beberapa penggalan dari surat itu telah kita cantumkan di atas, sedang pada bagian lain dinyatakan:
Artinya: "Mengenai zakat kambing - yakni kambing yang digembalakan apabila ada 40 sampai dengan 120 ekor, zakatnya seekor. Apabila lebih dari 120 sampai dengan 200 ekor, maka zakatnya 2 ekor. Lalu, apabila lebih dari 200 sampai dengan 300 ekor, zakatnya 3 ekor. Seterusnya, apabila lebih dari 300 ekor, maka untuk tiap-tiap 100 ekor, seekor. Jadi, apabila gembalaan seseorang kurang seekor saja dari 40 ekor kambing, maka tidak wajib dizakati, kecuali bila pemiliknya menghendaki".
b.      Zakat Emas dan Perak
Islam telah mensyariatkan wajibnya zakat pada emas dan perak dan sesuatu yang mengganitkan keduanya, yakni uang. Menurut Abu Zahrah harus dizakati dan dinilai dengan uang. Harta yang dalam keadaan yang digadaikan zakatnya dipungut atas pemilik harta, karena barang-barang yang digadaikan tetap menjadi milik yang menggadaikan.
Zakat emas dan perak yaitu jika waktunya telah cukup setahun dan telah sampai ukuran emas yang dimilikinya sebanyak 20 misqal yakni 20 dinar setara dengan 85 atau 96 gram. Sedangkan perak adalah 200 dirham atau 672 gram keatas, dan masing-masing zakatnya 2,5%. Sabda Rasulullah yang artinya :
“Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun maka zakatnya 5 dirham, dan tidak wajib atasmu zakat emas hingga engkau mempunyai 20 dinar. Apabila engkau mempunyai 20 dinar dan telah cukup satu tahun, maka wajib zakat adanya setengah dinar.”
Ketentuan :
-          Mencapai haul.
-          Mencapai nishab 85 gr emas murni.
-          Mencapai nishab 595 gr perak
-          Besar zakat 2,5 %.
Cara Menghitung :
Jika seluruh emas/perak yang dimiliki, tidak dipakai atau dipakainya hanya setahun sekali.
Zakat = emas/perak yang dimiliki x harga emas/perak x 2,5 %
Jika emas yang dimiliki ada yang dipakai
Zakat = (emas/perak yang dimiliki – emas/perak yang dipakai) x harga emas x 2,5 %.
c.       Zakat Hasil Bumi
Adapun zakat makanan telah diterangkan dalam Al-Qur’an yang menyuruh kaum Muslimin untuk mengeluarkan zakat terhadap segala hasil yang dikeluarkan dari bumi seperti biji-bijian dan buah-buahan. Keduanya wajib dizakati apabila memenuhi kriteria berikut:
1)  Menjadi makanan pokok manusia
2)  Memungkinkan untuk disimpan dan tidak mudah rusak / membusuk
3)  Dapat ditanam oleh manusia.
Pendapat ulama tentang harta yang wajib di zakati :
1)  Abu Hanifah, mewajibkan zakat pada segala hasil tanaman/buah-buahan baik berupa kurma ataupun buah-buahan lainnya.
2)  Abu Yusuf dan Muhammad Ibnu Al-Hasan, zakat hanya wajib pada buah-buahan yang dapat tahan satu tahun.
3)   Asy Syafi’i, zakat hanya wajib pada buah-buahan kurma dan anggur.
Abu Hanifah memegang umumnya hadis,
”Pada tanaman-tanaman yang dialiri dengan air hujan dan mata air atau yang mengisap dengan akarnya, zakatnya sepersepuluh dan yang dialiri dengan kincir zakatnya seperduapuluh.
Sedangkan Asy-Syafi’i, Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf  berhujjah dengan hadis,
” Tidak ada zakat dalam sayur-mayur.
Abu Hanifah tidak mewajibkan zakat terhadap rumput, tetapi apabila rumput itu sengaja ditanam dan menghasilkan wajib pula dibayar zakatnya. Apabila sayur-mayur itu diperdagangkan, maka wajib zakat dari perdagangan sayur tersebut. Dalam hal ini sesungguhnya dapat dilihat dari segi lain yaitu dari segi subjek hukumnya apakah sebagai produsen atau sebagai pedagang atau sebagai produsen dan pedagang.
Zakat tidak diwajibkan kecuali bila sudah mencapai nisab. Adapun nisabnya ialah 5 wasaq seteleh biji-bijian atau buah tersebut dibersihkan dari tangkai dan batangnya. Rasulullah bersabda,
“Tidak wajib zakat pada kurma yang kurang dari lima wasaq.” (HR Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Wasaq adalah jenis timbangan seberat 60 sha’ dan ini merupakan ijma’ para ulama. Sedangkan 1 sha’ itu sama dengan 3 ritl. Maka nisab biji-bijian dan buah adalah 900 ritl. Dan 1 sha’ itu sama dengan 4 mud, yakni satu cakupan tangan orang biasa (tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil). Untuk zaman sekarang, 1 sha’ itu sama dengan 2,4 kg. Sehingga nisab biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan adalah 5 wasaq atau setara dengan 720 kg.
Kecuali pada padi dan gandum dan selain keduanya yang disimpan berikut kulitnya. Maka dari setiap 2 wasaq harus ditambah 1 wasaq, sehingga nisab keduanya menjadi 10 wasaq. Akan tetapi jika kulitnya dibersihkan, maka nisabnya sama seperti semula yaitu 5 wasaq.
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
”Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS Al-An’am 141)
Ayat ini mempertegas adanya zakat untuk semua hasil bumi, kemudian dikeluarkan zakatnya sebanyak 10% jika dialiri dengan air hujan atau sungai dengan cara yang mudah. Tetapi zakatnya hanyalah 5% jika dialiri dengan air yang dibeli atau mempergunakan upah.
Tidak ada kewajiban menunaikan zakat kecuali setelah dipanen. Sebab sebelum itu biji-bijian dianggap seperti sayuran-sayuran yang tidak wajib dizakati. Zakat biji-bijian tidak dikeluarkan kecuali setelah biji tersebut matang, lalu dipetik dan dibersihkan dari kulit dan kotoran. Begitu pula pada buah-buahan, zakatnya setelah masak di pohon. Apabila pemilik pohon hendak menjual buah-buahnya sebelum layak dipanen supaya tidak terkena wajib zakat, maka yang demikian itu dimakruhkan karena ia melarikan diri dari ibadah. Meskipun demikian hukum jual belinya tetap sah.
Jika biji-bijian dan buah-buahan satu jenis, maka diambil zakat dari jenis tersebut. Jika pemiliknya mengeluarkan jenis yang lebih baik maka hal itu diperbolehkan  dan tentu saja bertambah pula kebaikannya. Sedangkan jika ia mengeluarkan jenis yang lebih rendah kualitasnya, maka hal itu tidak sah. Apabila buah-buahan tersebut terkena bencana, atau dicuri atau hilang maka tidak ada kewajiban zakat pada pemilik buah tersebut.
Ketentuan :
-          Mencapai nishab 653 kg gabah atau 520 kg jika yang dihasilkan adalah makanan pokok.
-          Jika selain makanan pokok, maka nishabnya disamakan dengan makanan pokok paling umum di suatu daerah.
-          Kadar zakat apabila diairi dengan air hujan, sungai, atau mata air, maka 10 %.
-          Kadar zakat jika diairi dengan cara disiram atau irigasi maka zakatnya 5 %.
d. Zakat Harta Temuan / Terpendam (Rikaz)
Secara etimologi, rikaz adalah sesuatu yang ditetapkan. Menurut sebagian ulama, rikazyaitu harta karun yang diketemukan setelah terpendam dimasa lampau. Dan semua benda-benda tambang yang baru diketemukan baik di darat atau di laut. Apabila menemukan barang di jalan atau masjid maka hal itu tidak bisa dikatakan rikaz, melainkan luqathah.
Syarat Zakat harta temuan :
1)  Penemu adalah orang yang diwajibkan berzakat. Yaitu orang muslim,
2)  Tempat ditemukannya rikaz. Tidak diwajibkan zakat pada rikaz melainkan apabila penemu itu mendapatkannya di lahan yang tidak didiami oleh orang. Demikian juga apabila rikaz ditemukan di lahan yang memang miliknya atau di daerah yang ditetapkan untuknya. Maka hal itu memungkingkan rikaz tersebut menjadi miliknya melalui ketetapan tersebut.
3)  Mencukupi nisab. Nisabnya yaitu 20 dinar emas (85 gram) atau 200 dirham perak.
4)  Tidak disyaratkan haul.
Kewajiban untuk menunaikan zakat barang temuan adalah setiap kali orang menemukan barang tersebut. Kita wajib mengeluarkan zakat sebesar 20% dari rikas yang kita temukan, pada saat kita menemukannya. Ketentuan ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
Zakat rikaz (harta terpendam) adalah sebanyak seperlima.(HR Bukhari dan Muslim).
e.       Zakat Hasil Tambang (Ma’din)
Ma’din adalah tempat Allah SWT menciptakan emas, perak, besi dan tembaga. Zakat Ma’din adalah zakat yang dibayarkan dari barang tambang apabila seorang muslim mengeluarkannya dari tanah yang tak bertuan, atau dari tempat yang memang miliknya. Dasar hukumnya berasal dari Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 35.
يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS At-Taubah 35).
Syarat zakat ma’din adalah barang tambang yang dikeluarkan dari bumi itu berupa emas dan perak, bukan selain keduanya. Dengan demikian besi, timah, permata, kristal, marjan, zamrud, minyak dan lainnya tidak diwajibkan zakat. Hal ini menurut pendapat yang kuat yang telah dinashkan oleh Imam Syafi’i. Selain itu syarat zakat ma’din adalah keberadaan barang telah ditemukan dan telah dikeluarkan. Menurut pendapat yang paling kuat diantara madzhab Syafi’i, tidak disyaratkan haul pada barang tambang tersebut. Dan persyaratan ini hanya dikhususkan untuk barang tambang / ma’din saja. Adapun emas dan perak yang merupakan harta tunai dan telah dicetak itu berbeda dan disyaratkan sempurna satu haul untuk zakatnya.
Adapun nisab zakat ma’din / harta temuan adalah 20 dinar emas (85 gram) atau 200 dirham perak. Hasil tambang apabila sampai satu nisab (sesuai dengan nisabnya emas atau perak), wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga sebesar 2,5%. Waktu diwajibkannya menunaikan zakat adalah sejak barang tambang itu dikeluarkan dan dilakukan pembersihan dan penyaringan dari tanah dan kotoran lainnya. Sehingga berat / kadarnya dapat diukur dengan sempurna tanpa tercampur oleh benda lain.
Apabila ma’din merupakan milik dua orang dan mencapai satu nisab, maka mereka wajib menunaikan zakatnya. Yang menyebabkan seseorang tidak berkewajiban menunaikan zakat harta ini adalah apabila harta tersebut hilang maupun dicuri ataupun apabila penemu barang tambang tersebut memiliki hutang.
f.        Zakat Harta Perniagaan / Perdagangan
Yang dimaksud harta perdagangan adalah harta yang dijual atau dibeli guna memperoleh keuntungan. Harta ini tidak hanya tertentu pada harta kekayaan, tetapi semua harta benda yang diperdagangkan. Para ulama bersepakat tentang wajibnya zakat pada harta perdagangan ini. Yang menjadi dasar hukum zakat bagi barang dagangan adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Maha Terpuji.” (Al Baqarah 267).
Begitu pula berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Baihaqi.
“ Setelah itu sesungguhnya nabi saw menyururh kami mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami sediakan untuk perniagaan”.
Syarat Wajib Harta:
1)   Harta didapat dengan transaksi jual beli. Adapun jika dimiliki secara warisan, wasiat, hibah, menemukan dan sebagainya maka barang ini bukan termasuk harta dagangan, kecuali jika setelahnya pemilik tersebut memperjualbelikannya.
2)   Niat memperjualbelikan harta benda. Jika membeli harta benda dan tidak berniat untuk memperjualbelikannya, maka harta tersebut bukanlah harta dagangan.
3)  Mencapai nisab.
4)  Sempurna satu haul. Haulnya bermula sejak dimiliknya harta benda perdagangan melalui transaksi. Jika telah sempurna haulnya, dan harta dagangan mencukupi nisab maka wajib dizakati. Jika tidak mencukupi nisab maka tidak wajib untuk menunaikan zakat.
Ketentuan :
-          Telah mencapai haul.
-          Mencapai nishab 85 gr emas.
-          Besar zakat 2,5 %.
-          Dapat dibayar dengan barang atau uang.
-          Berlaku untuk perdagangan secara individu atau badan usaha ( CV, PT, koperasi).
Cara Hitung :
Zakat Perdagangan = (Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) – (hutang + kerugian) x 2,5 %.
g.      Zakat Profesi.
Yakni zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta. Jika penghasilannya selama setahun lebih dari senilai 85 gram emas dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok. Dasar dari zakat profesi ini seperti zakat tentang usaha lainnya yang tertera dalam surat Al Baqarah ayat 267:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Maha Terpuji.” (Al Baqarah 267).
Nisab sebesar 5 wasaq / 652,8 kg gabah setara 520 kg beras. Besar zakat profesi yaitu 2,5 %. Terdapat 2 kaidah dalam menghitung zakat profesi:
-          Menghitung dari pendapatan kasar (brutto).
Besar Zakat yang dikeluarkan = Pendapatan total (keseluruhan) x 2,5 %.
-          Menghitung dari pendapatan bersih (netto).
Pendapatan wajib zakat=Pendapatan total – Pengeluaran perbulan*.
Besar zakat yang harus dibayarkan=Pendapatan wajib zakat x 2,5 %.
h.      Zakat Hadiah
            Ulama kontemporer seperti D.R.Yusuf Qordlowi berpendapat wajib di keluarkan zakat hadiah, hal demikian merujuk pada salah satu riwayat pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal (Madzhab Hanbali) dan beberapa riwayat yang menjelaskan hal tersebut.
Diantaranya adalah riwayat dari Ibnu Mas’ud, Mu’awiyyah, Awza’i dan Umar bin Abdul Aziz yang menjelaskan bahwa beliau mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin), jawaiz (hadiah) dan almadholim (barang ghosob/curian yang di kembalikan). Abu Ubaid meriwayatkan, “Adalah Umar bin Abdul Aziz, memberi upah pada pekerjanya dan mengambil zakatnya, dan apabila mengembalikan almadholim (barang ghosob/curiang yang di kembalikan) diambil zakatnya, dan beliau juga mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin) yang di berikan kepada yang menerimanya.
            Atas dalil-dalil tersebut di atas dengan merujuk pada Madzhab Hanbali, beberapa Ulama kontemporer berpendapat adanya zakat atas upah atau hadiah yang di peroleh seseorang. Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya atau hadiah yang didapat menjadi kaya, maka ia wajib zakat atas kekayaan tersebut. Akan tetapi jika hasil yang di dapat hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, atau lebih sedikit, maka baginya tidak wajib zakat, bahkan apabila hasilnya tidak mencukupi untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya maka ia tergolong mustahiq zakat.
            Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan zakat profesi dan dikeluarkan pada saat menerima hadiah. Besar Zakat yang dikeluarkan 2.5%.
Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk :
            Pertama, jika komisi dari hasil persentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10%.
            Kedua, jika komisi dari hasil profesi misalnya makelar, maka zakatnya seperti zakat profesi.
Jika hibah :
            Pertama, jika sumber hibah tidak diduga-duga maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%.
            Kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharapkan, maka hibah tersebut digabungkan dengan kekayaan yang ada, zakat yang dikeluarkan sebesar 2.5%.
i.        Zakat Simpanan
            Uang yang disimpan, entah di bawah tempat tidur atau di bank, alias tidak diputar untuk modal usaha tetap wajib dikeluarkan zakatnya jika telah mencapai nisab atau jumlah tertentu sehigga wajib zakat (senilai harga 85 gram emas murni).
Zakat uang simpanan dikeluarkan setiap tahun, selama jumlah uang masih mencapai satu nishab, dipersamakan dengan emas dan perak yang setiap tahunnya bisa berubah nilainya. (Keputusan Muktamar ke-8 Nahdlatul Ulama di Jakarta, tanggal 12 Muharram 1352 H./ 7 Mei 1933 M.)
Hal ini didasarkan pada keterangan dalam kitab Bajuri-Fathul Qorib Juz I dan Bujairimi-Iqna’, bahwa pada benda-benda tambang yang berpotensi untuk tetap mempunyai nilai tambah seperti emas dan perak wajib dizakati selama barangnya masih ada dan mencapai satu nishab. Sementara pada biji-bijian zakatnya hanya setahun sekali saja walaupun biji-bijian tetap ada selama beberapa tahun.
Tahun pertama pengeluaran zakat dihitung setelah seseorang menyimpan uangnya selama satu tahun. Tahun kedua dihitung setelah melewati satu tahun dari tahun pertama, begitu seterusnya. Besarnya zakat yang dikeluarkan tiap tahunnya adalah 2,5 persen, sama dengan zakat barang dagangan.
Jika asumsi harga emas murni hari ini adalah Rp. 150.000,- per gramnya maka nishab zakat uang simpanan adalah 85 gram emas murni x Rp. 150.000,-  = Rp. 12.750.000,-. Zakat yang dikeluarkan = 2,5 % x jumlah uang simpanan.
Misalnya seorang menyimpan uang pada tanggal 29 Desember 2005 sejumlah Rp.50.000.000,- Pada tanggal 29 Desember 2005 uang simpanan berjumlah Rp.45.000.000,- (masih satu nishab) maka zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % X Rp.45.000.000,- = Rp.1.125.000,-.
Jika pada tahun berikutnya uang simpanan masih mencapai satu nishab (berdasarkan perhitungan harga emas murni waktu itu) maka tetap wajib dikeluarkan zakatnya seperti pada perhitungan di atas.
Sebagai catatan, seorang muslim tidak diperkenankan untuk melakukan trik tertentu agar tidak mengeluarkan zakat. Misalnya membelanjakan uangnya habis-habisan menjelang satu tahun kepemilikan hartanya sehingga kurang dari satu nishab. Orang seperti ini disebut sebagai orang yang bakhil, atau dalam bahasa fikih yang tegas disebut sebagai orang yang ingkar terhadap perintah Allah SWT.
j.        Zakat investasi
Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Diantara bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, investasi pada ternak atau tambak, dan lain-lain.
Dilihat dari karakteristik investasi, biasanya modal tidak bergerak dan tidak terpengaruh terhadap hasil produksi maka zakat investasi lebih dekat ke zakat pertanian. Pendapat ini diikuti oleh ulama modern seperti Yusuf Qordhowi, Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Abdurahman Hasan, dll.
Dengan demikian zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 untuk penghasilan bersih.
Berikut contoh harta yang termasuk investasi ini antara lain.
a.   Rumah yang disewakan untuk kontrakan atau rumah kost. Hotel dan properti yang disewakan seperti untuk kantor, toko, showroom, pameran atau ruang pertemuan.
b.  Kendaraan seperti angkot, taxi, bajaj, bus, perahu, kapal laut, truk bahkan pesawat terbang.
c.   Pabrik dan industri yang memproduksi barang-barang.
d.   Lembar-lembar saham yang nilainya akan bertambah.
e.   Sepetak ladang yang disewakan.
f.  Hewan-hewan yang diambil manfaatnya seperti kuda sebagai penarik, atau domba yang diambil bulunya.
Harta investasi yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil pemasukan dari investasi itu setelah dikurangi dengan kebutuhan pokok. Ini adalah salah satu pendapat yang cocok diterapkan kepada mereka yang pemasukannya relatif kecil, sedangkan kehidupannya sangat tergantung pada investasi ini. Jadi pengeluaran zakatnya bukan pemasukan kotor, tetapi setelah dikurangi dengan pengeluaran kebutuhan pokoknya.
Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa yang harus dikeluarkan zakatnya adalah pemasukan kotornya. Pendapat ini agaknya lebih cocok bagi pemilik investasi yang besar dan mendatangkan keuntungan berlimpah sehingga pemiliknya hidup berkecukupan.
Nishab zakat investasi mengikuti nishab zakat pertanian, yaitu seharga 520 kg beras tiap panen. Bila harga 1 kg besar Rp. 2.500, maka 520 kg x Rp. 2.500,-. Hasilnya adalah Rp. 1.300.000,-.
Para ulama berpendapat bahwa nishab zakat investasi adalah jumlah penghasilan bersih selama setahun, meski pemasukan itu terjadi tiap waktu. Bila nilai total memasukan bersih setelah dikurangi dengan biaya operasional melebihi Rp. 1.300.000,-, wajib dikeluarkan zakatnya.
Para ulama mengqiyaskan zakat investasi ini dengan zakat pertanian yaitu antara 5 % hingga 10 %. Contoh: Pak Haji Zaenal punya rumah kotrakan petak 8 pintu di daerah Ciganjur. Harga kontrakan tiap pintu adalah Rp. 150.000,-. Jadi setiap bulan beliau menerima total uang kontrakan sebesar 8 x Rp. 150.000 = Rp. 1.200.000,-.
Namun ini adalah pemasukan kotor. Sedangkan kehidupan Pak Haji Zaenal ini semata-mata menggantungkan dari hasil kontrakan. Beliau punya tanggungan nafkah keluarga yang kebutuhan pokoknya rata-rata tiap bulan Rp. 1.000.000,-. Jadi yang tersisa dari pemasukan hanya Rp. 200.000,-. Bila dikumpulkan dalam setahun, maka akan didapat Rp. Rp. 2.400.000,- dari pemasukan bersihnya. Angka ini sudah melewati nishab zakat investasi yang besarnya Rp. 1.300.000,-.
Karena itu zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 % dari pemasukan bersih. Jadi besarnya zakat yang dikeluarkannya adalah dari setiap pemasukan bersih tiap bulan 5 % x Rp. 200.000 = Rp. 20.000,-.

2.4 Mustahiq (Orang Yang Berhak Menerima Zakat)
Zakat fitrah dan zakat maal wajib diserahkan kepada delapan golongan. Mereka adalah orang-orang yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, orang-orang yang berjuang untuk Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS At-Taubah 60)
1)      Fakir
Orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap dan tidak ada yang menanggung kebutuhan hidup sehari-harinya.
2)      Miskin
Orang yang mempunyai mata pencaharian tetapi penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3)      Amil 
Orang yang mengurusi zakat, mulai dari pengumpulan sampai dengan pembagian kepada yang berhak.
4)      Hamba Sahaya atau Riqab
Orang yang menjadi budak dan dapat diperjualbelikan.
5)      Fi Sabilillah
Orang yang memperjuangkan agama Islam.
6)      Mu’allaf
a.   Orang yang baru masuk Islam dan imannya masih lemah
b.   Orang yang masuk Islam dan memiliki niat yang kuat.
c.  Orang Islam yang menjaga perbatasan dari serangan kaum kafir atau musuh lainnya.
d.   Orang Islam yang membantu negara mengurus zakat.
7.      Gharim atau Orang yang berhutang
a.   Orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang berselisih.
b.   Orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya yang dibolehkan.
c.   Orang yang berhutang karena menjamin utang orang lain, sedangkan dia dan orang yang dijamin tidak mampu membayar.
8.      Ibnu Sabil atau Musafir
Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat.
Adapun mereka-mereka yang tidak berhak atau tidak boleh mendapatkan zakat diantaranya :
a.       Orang kafir (hanya berhak diberi sedekah)
b.      Orang atheis
c.       Keluarga Bani Hasyim dan Bani Muttalib
d.      Orang kaya dan orang yang masih memiliki tenaga.
e.       Hamba sahaya yang masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
f.        Keturunan Nabi Muhammad (ahlul bait).
g.      Orang yang dalam tanggungan dari orang yang berzakat, misalnya anak dan istri.

2.5  Faedah Zakat
Zakat memiliki beberapa faedah yang sangat berguna bagi umat Islam, di antaranya faedah agama (diniyyah), akhlak (khuluqiyah) dan kesosialan (ijtimaiyyah). Berikut penjelasan lebih rinci mengenai faedah-faedahnya.
a.       Faedah agama
1)      Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
2)      Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
3)      Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits muttafaq alaih, nabi juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuh kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
4)      Zakat merupakan sarana penghapus dosa.
b.      Faedah akhlak
1)      Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
2)      Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
3)      Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
4)      Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
5)      Menjadi tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.
c.       Faedah kesosialan
1)      Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
2)      Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
3)      Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
4)      Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
5)      Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.

2.6  Hikmah Zakat
Hikmah dari zakat antara lain:
a.       Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang kurang berada.
b.      Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah.
c.       Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk.
d.      Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan.
e.       Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.
f.        Untuk pengembangan potensi ummat.
g.      Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam.
  






















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Zakat ialah pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan. Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkat, membersihkan jiwa dan menumpuknya. Hukum zakat yaitu fardhu ‘ain.
Zakat terbagi menjadi zakat fitrah dan zakat maal. Sedangkan zakat maal terbagi lagi menjadi zakat binatang ternak, zakat emas dan perak, zakat hasil bumi, rikaz, ma’din, zakat harta perniagaan, zakat profesi, zakat hadiah, zakat simpanan, zakat investasi. Faedah zakat juga ada untuk faedah agama,akhlak,dan social.
Orang-orang yang berhak menerima zakat yaitu orang fakir, orang miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil. Sedangkan yang tidak berhak menerima zakat yaitu orang kafir, orang atheis, keluarga Bani Hasyim dan Bani Muttalib, dan ayah, anak, kakek, nenek, ibu, cucu, dan isteri yang menjadi tanggungan orang yang berzakat.
Salah satu hikmah dari zakat yang kita keluarkan adalah ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.






DAFTAR PUSTAKA

http://pengertianzakatmu.blogspot.co.id/2015/03/dalil-tentang-zakat.html
http://www.artikelsiana.com/2015/06/pengertian-zakat-fitrah-syarat-waktu-zakat-fitrah.html
http://reconomication.blogspot.co.id/2011/06/investasi-zakat.html
https://tafsirq.com