BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Zakat
merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang digunakan untuk membantu
masyarakat lain, menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga
kalangan atas, sehingga dengan adanya zakat umat Islam tidak ada yang tertindas
karena zakat dapat menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh
karena itu, zakat sebagai salah satu instrumen negara dan juga sebuah tawaran
solusi untuk menbangkitkan bangsa dari keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah
mahdhah yang diwajibkan bagi orang-orang Islam, namun diperuntukan bagi
kepentingan seluruh masyarakat.
Zakat
merupakan bagian penting dalam kehidupan umat Islam. Bahkan pada masa Khalifah
Abu Bakar As-Siddiq orang-orang yang enggan berzakat diperangi sampai mereka mau
berzakat. Itu karena kewajiban berzakat sama dengan kewajiban mendirikan
sholat.
Zakat
merupakan suatu ibadah yang dipergunakan untuk kemaslahatan umat sehingga
dengan adanya zakat (baik zakat fitrah maupun zakat maal) kita dapat mempererat
tali silaturahmi dengan sesama umat Islam maupun dengan umat lain.
1.2 Rumusan
Masalah
a. Apa pengertian zakat?
b. Apa
landasan hukum zakat?
c. Macam-macam
zakat dan nishabnya?
d. Siapa
saja orang yang menerima zakat?
e. Apa
saja hikmah dari zakat?
1.3 Tujuan
Pembahasan
a. Mengetahui pengertian zakat.
b. Mengetahui landasan hukum zakat.
c. Mengetahui macam-macam zakat dan nishabnya.
d. Mengetahui siapa saja orang yang menerima zakat.
e. Mengetahui hikmah dari zakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Zakat
Zakat (Bahasa
Arab: زكاة transliterasi: Zakah) dalam segi istilah adalah harta
tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan
kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir
miskin dan sebagainya). Zakat dari segi bahasa
berarti bersih,suci,subur,berkat dan berkembang. Zakat
merupakan rukun ke-empat dari rukun
Islam.
Menurut syara’, zakat ialah pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang
tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan. Dinamakan zakat
karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkat, membersihkan
jiwa dan menumpuknya dengan berbagai kebaikan. Kata-kata zakat itu, arti
aslinya ialah tumbuh, suci, dan berkah. Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 103:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ
وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan
dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.”(QS
At-Taubah 103).
Zakat menurut istilah agama
islam artinya sejumlah / kadar
harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa
syarat.
2.2 Landasan Hukum Zakat
Zakat
merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya fardhu ‘ain atas tiap-tiap orang
yang cukup syarat-syaratnya. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci
berdasarkan Alquran dan Sunah. Orang yang menunaikannya akan mendapatkan pahala,
sedangkan yang tidak menunaikannya akan mendapat siksa. Kewajiban zakat tersebut
telah ditetapkan melalui dalil-dalil qath’i (pasti dan tegas) dalam Al-Qur’an
dan Hadits serta telah disepakati oleh para ulama. Ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi, baik terkait dengan pemilik harta maupun harta itu sendiri.
a. Al-Quran
خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: "Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka. Dan Alloh maha mendengar lagi maha mengetahui". (Q.S
At-Taubah ayat 103).
Di awal perkembangan Islam, tidak
diberikan batasan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dan tidak diatur tarif nya, sementara dalam ayat-ayat yang turun di Madinah menegaskan zakat
itu wajib, dalam bentuk perintah yang tegas dan
instruksi pelaksanaan yang
jelas.
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ ۗ إِنَّ
اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu
kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat
apa-apa yang kamu kerjakan”.(QS Al-Baqarah Ayat 110) .
Pada tahun 2 H di Madinah, aturan zakat mulai lebih jelas
seperti syarat harta yang
terkena zakat dan cara perhitungannya. Di
dalam beberapa ayat al-quran, Allah mengancam orang-orang yang tidak membayar
zakat dengan hukuman berat di akhirat dan kebinasaan atas harta yang
dimilikinya.
يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ
بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
Artinya : “Pada hari dipanaskan emas
perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung
dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu
yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari)
apa yang kamu simpan itu". (QS
At-Taubah : 35).
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ
فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ
زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (QS Ar-Rum : 39).
b.
As-sunnah
Sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda : “Dan mereka tidak enggan membayar zakat kecuali
daerah tersebut dihalangi dari hujan. Kalaulah bukuan karena binatang mereka
tidak akan diberi hujan.” (HR. Ibn Majah, al-Bazzar dan al-Baihaqi).
Abu Hurairah berkata, Rasulullah
bersabda: “Siapa yang dikaruniai oleh Allah kekayaan tetapi tidak
mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan didatangi seekor
ular jantan gundul yang sangat berbisa dan menakutkan dengan dua bintik di atas
kedua matanya.” (HR Bukhari).
“Golongan yang tidak mengeluarkan zakat
(di dunia) akan ditimpa kelaparan dan kemarau panjang.” (HR Tabrani).
“Bila shadaqah (zakat) bercampur dengan
kekayaan lain, maka kekayaan itu akan binasa.”(HR Bazar dan Baihaqi).
“Zakat itu dipungut
dari orang-orang kaya di antara mereka, dan diserahkan kepada orang-orang
miskin.” (HR
Bukhari).
Juga hadits riwayat muttafaqun alaihi yang
artinya: "Islam didirikan diatas lima dasar: Mengikrarkan bahwa tidak ada
tuhan selain Alloh dan Muhammad adalah utusan Alloh, mendirikan sholat,
membayar zakat, menunaikan haji, dan berpuasa pada bulan Romadhon". (H.R.
Muttafaq 'alaih).
2.3
Macam-Macam Zakat
Secara
umum zakat terbagi menjadi dua, yaitu zakat jiwa (nafsh) / zakat fitrah dan
zakat maal.
2.3.1
Zakat Fitrah
Pengertian fitrah ialah
sifat asal, bakat, perasaan keagamaan dan perangai. Sedangkan zakat fitrah adalah zakat yang
berfungsi yang mengembalikan manusia muslim keadaan fitrahnya, dengan menyucikan jiwa
mereka dari kotoran-kotoran (dosa-dosa) yang disebabkan oleh pengaruh pergaulan
dan sebagainya. Zakat fitrah
adalah sejumlah harta yang wajib ditunaikan oleh setiap mukallaf dan setiap
orang yang nafkahnya ditanggung olehnya dengan syarat-syarat tertentu.
Rasulullah SAW. bersabda:
Artinya: “Zakat Fitri merupakan
pembersih bagi yang berpuasa dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan kata-kata
keji (yang dikerjakan waktu puasa), dan bantuan makanan untuk para fakir
miskin”.(HR. Abu Daud)
Artinya: “Biasanya menyerahkan
zakat fitri kepada yang berhak menerima satu atau dua hari sebelumnya.”
(HR. Bukhari)
Artinya: “Barang siapa yang
membayar zakat fitrah sebelum shalat ied, maka termasuk zakat fitrah yang
diterima, dan barang siapa yang membayarnya sesudah shalat ied maka termasuk
sedekah biasa (bukan lagi dianggap zakat fitrah)“. (HR. Bukhari dan
Muslim)
”Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’
kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak,
laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut
diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan
shalat ‘ied.” (HR. Bukhari, no. 1503 dan Muslim, no. 984).
Bentuk zakat fitrah adalah berupa makanan pokok seperti kurma,
gandum, beras, kismis, keju dan semacamnya. Para ulama sepakat bahwa kadar
wajib zakat fithri adalah satu sho’ dari semua bentuk zakat fitrah kecuali
untuk qomh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian ulama membolehkan dengan
setengah sho’.
Satu sho’ dari semua jenis ini adalah seukuran empat cakupan penuh
telapak tangan yang sedang . Ukuran satu sho’ jika diperkirakan dengan ukuran
timbangan adalah sekitar 3 kg. Ulama lainnya mengatakan bahwa satu sho’
kira-kira 2,157 kg. Artinya jika zakat fithri dikeluarkan 2,5 kg seperti
kebiasan di negeri kita, sudah dianggap sah.
Syarat-syarat wajib zakat fitrah adalah sebagai berikut :
a.
Beragama
Islam.
b.
Lahir
dan hidup sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan.
c.
Memiliki harta yang berlebih dengan ketentuan kelebihan harta
untuk dirinya sendiri dan untuk keluarganya. Sedangkan bagi yang kekurangan
tidak diwajibkan untuk membayar zakat fitrah.
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam melaksanakan zakat fitrah :
a.
Orang
yang wajib dibayarkan zakat fitrahnya adalah seluruh dari anggota keluarga dan
orang yang ditanggungnya
- Bayi
yang lahir sebelum waktu magrib tanggal 1 syawal wajib dizakati. Termasuk
wanita yang dinikahi sebelum waktu magrib tanggal 1 syawal wajib dizakati
oleh suaminya.
- Orang
yang berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah untuk diri dan keluarganya
adalah mereka yang punya kelebihan makanan di hari idul fitri.
- waktu
pengeluaran adalah malam hari sampai dengan menjelang pelaksanaan shalat
idul fitri
- Zakat
fitrah berupa makan pokok masyarakat setempat
Rukun
zakat fitrah diantaranya :
a.
Niat
b.
Terdapat pemberi zakat fitrah atau musakki
c.
Terdapat penerima zakat fitrah atau mustahik.
d.
Terdapat makanan pokok yang dizakatkan.
e.
Besar zakat fitrah yang dikeluarkan sesuai
dengan ketentuan.
Waktu dalam
membayar zakat
Yang menunjukkan waktu afdhol adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ
أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka
zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu
hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR.
Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan).
Sedangkan dalil yang menunjukkan waktu dibolehkan yaitu satu atau dua
hari sebelum hari raya adalah disebutkan dalam shahih Al Bukhari,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ – رضى الله عنهما – يُعْطِيهَا الَّذِينَ
يَقْبَلُونَهَا ، وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
“Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada
orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari
atau dua hari sebelum hari Raya ‘Idul Fithri.” (HR. Bukhari no.
1511).
Ada juga sebagian ulama yang membolehkan zakat fithri ditunaikan tiga
hari sebelum ‘Idul Fithri. Riwayat yang menunjukkan dibolehkan hal ini adalah
dari Nafi’, ia berkata,
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ
الْفِطْرِ إِلَى الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ
ثَلَاثَةٍ
“‘Abdullah bin ‘Umar memberikan zakat fitrah atas apa yang menjadi
tanggungannya dua atau tiga hari sebelum hari raya Idul Fithri.”
(HR. Malik dalam Muwatho’nya no. 629, 1: 285).
Zakat
ini wajib dikeluarkan dalam bulan Ramadhan sebelum shalat ‘ied, sedangkan bagi
orang yang mengeluarkan zakat fitrah setelah dilaksanakan shalat ’ied maka apa
yang diberikan bukanlah termasuk zakat fitrah tetapi merupakan sedekah, hal ini
sesuai dengan hadis Nabi saw dari ibnu Abbas, ia berkata,
“Rasulullah
Saw mewajibkan zakat fitrah itu sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari
perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor dan sebagai makanan bagi orang yag
miskin. Karena itu, barang siapa mengeluarkan sesudah shalat maka dia itu
adalah salah satu shadaqah biasa.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majjah)
Melewatkan
pembayaran zakat fitrah sampai selesai shalat hari raya hukumnya makruh karena
tujuan utamanya membahagiakan orang-orang miskin pada hari raya, dengan
demikian apabila dilewatkan pembayaran hilanglah separuh kebahagiannya pada
hari itu.
2.3.2 Zakat Maal
Zakat
Maal (harta) adalah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh
individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan secara hukum (syara). Maal berasal dari bahasa
Arab yang secara harfiah berarti harta.
Secara
umum seseorang berkewajiban mengeluarkan zakat mal apabila sudah memiliki
syarat sebagai berikut :
a. Islam.
Zakat mal ini hanya diambil dari kaum Muslimin dan tidak diambil dan
tidak diterima dari kaum kafir, baik kafir harbi maupun kafir dzimmi; karena
firman Allâh Azza wa Jalla :
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ
نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ
الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ
Artinya: “Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari
mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allâh dan
Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan
tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan”.
[at-Taubah/9:54].
Ini juga didukung oleh pesan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika mengutus Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu ke Yaman untuk mendakwahi
mereka agar memeluk Islam terlebih dahulu. Jika sudah memeluk Islam, baru
setelah itu, mereka diperintahkan untuk menunaikan zakat. Dengan demikian jelas
bahwa Islam merupakan syarat wajib zakat. [lihat Hâsyiah Ibnu Qâsim atas Raudh
al-Murbi’, 3/166].
b.
Merdeka.
Zakat mal
ini tidak dibebankan kepada hamba sahaya, karena ia tidak memiliki harta. Semua
hartanya adalah harta majikan atau tuannya. Berdasarkan hadits Abdullah bin
Umar bin al-Khathab Radhiyallahu anhuma, beliau berkata :
سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِيَقُوْلُ : مَنِ ابْتَاعَ نَخْلاً بَعْدَ أَنْ تُؤَبَّرَ
فَثَمَرَتُهَا لِلْبَائِعِ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ, وَمَنِ ابْتَاعَ
عَبْداً وَلَهُ مَالٌ فَمَالُهُ لِلَّذِيْ بَاعَهُ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَ
الْمُبْتَاعُ
Artinya : “Aku telah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Barangsiapa yang membeli pohon kurma setelah dikawinkan maka buahnya
milik penjual kecuali bila pembeli mensyaratkannya. Barangsiapa yang membeli
budak yang memiliki harta maka hartanya milik penjual kecuali pembeli mensyaratkannya.”
[Muttafaqun ‘Alaihi].
Ini juga
dikuatkan dengan pernyataan sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma :
لَيْسَ فِيْ مَالِ العَبْدِ زَكَاةٌ حَتَّى
يُعْتَقَ
Artinya:”Tidak ada kewajiban zakat pada harta seorang budak sampai dia
dimerdekakan”.
c. Memiliki
Nishâb
Seorang Muslim yang merdeka wajib menunaikan zakat mal, apabila memiliki
harta yang mencapai nishâb. Nishâb adalah ukuran standar (minimal) yang
ditetapkan syariat untuk dikenai kewajiban zakat. Nishâb ini berbeda-beda
sesuai dengan jenis harta.
Syarat ini disimpulkan dari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, diantaranya adalah hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ
وَلاَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ ، وَلاَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ
أَوَاقِيَّ صَدَقَةٌ
Artinya :”Tidak ada zakat (pada harta) yang tidak mencapai lima wasaq;
Juga pada harta yang tidak mencapai lima ekor onta; Serta yang tidak mencapai
lima auqiyah” [Muttafaqun ‘alaihi].
Apabila seorang Muslim tidak memiliki harta yang mencapai nishâb maka
tidak diwajibkan berzakat.
d. Harta
itu menjadi miliknya secara penuh
Maksudnya, harta itu dimiliki secara penuh oleh seseorang sehingga ia
bebas mengelolanya dan tidak ada hubungan dengan hak orang lain.
Dengan demikian, tidak ada kewajiban zakat pada harta seorang tuan yang
masih dihutang atau belum diserahkan budaknya untuk membebaskan diri, karena
harta ini masih belum menjadi milik tuan sepenuhnya.
Demikian juga tidak diwajibkan zakat pada harta wakaf yang tidak
diberikan untuk individu tertentu, seperti wakaf harta untuk fakir miskin atau
untuk masjid atau sekolahan. Sedangkan wakaf yang diserahkan untuk individu
tertentu seperti wakaf untuk keluarga Fulan maka ia tetap kena kewajiban zakat
selama memenuhi kreteria yang lainnya.
e.
Berlalu setahun lamanya
Syarat ini ditetapkan berdasarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, diantaranya hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma yang berbunyi :
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ : لاَ
زَكَاةَ فِيْ مَالٍ حَتَّى يَحُوْلَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
Aku telah mendengar Rasûlullâh bersabda, “Tidak ada zakat pada harta
sampai harta itu berlalu setahun lamanya [HR. Ibnu Mâjah rahimahullah , no.
1792 dan dishahihkan al-Albâni rahimahullah dalam shahih sunan Ibnu Mâjah
2/98].
Juga
hadits Ali Radhiyallahu anhu yang berbunyi :
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
Diriwayatkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , beliau bersabda, “Tidak ada
zakat pada harta hingga harta itu berlalu setahun lamanya [HR Abu daud no. 1571 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahîh Sunan Abi
Daud 1/346].
Demikian juga dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, beliau
Radhiyallahu anhuma berkata :
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اسْتَفَادَ مَالًا فَلَا زَكَاةَ عَلَيْهِ
حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
Rasûlullâh bersabda, “Barangsiapa memanfaatkan harta maka tidak ada
zakat atasnya sampai harta itu berlalu setahun” [HR at-Tirmidzi rahimahullah
dalam Sunannya no. 631 dan dishahihkan al-Albâni rahimahullah dalam Shahîh
Sunan at-Tirmidzi 1/348].
Maksudnya adalah tidak ada zakat pada harta sampai kepemilikannya
terhadap harta itu berlalu selama dua belas bulan. Jika sudah berlalu setahun
sejak awal masa kepemilikannya, maka dia wajib mengeluarkan dari zakat yang
dimiliki tersebut.
Syarat ini hanya berlaku pada tiga jenis harta; yaitu hewan ternak yang
digembalakan, emas dan perak (atsmân) dan zakat barang perdagangan.
Zakat maal terbagi
menjadi beberapa jenis :
a. Zakat Binatang Ternak
Segala
ternak yang dipelihara untuk diperkembang biakkan dan telah sampai nisab
diwajibkan membayar zakatnya.. Alasan diwajibkannya menunaikan zakat hewan
ternak seperti unta, sapi dan kambing ialah karena hewan ini banyak sekali
manfaatnya.
Syarat
wajib zakat hewan ternak adalah pemiliknya beragama Islam, mencapai nisab dan
sudah sempurna satu haul. Hewan ternak yang diwajibkan adalah hewan yang
digembalakan.
“Pada
unta yang digembalakan pada setiap jumlah yang mencapi 40 ekor unta, zakatnya
adalah 1 ekor bintu labun.” (HR Abu
Dawud).
Hewan ternak yang
diwajibkan bukan hewan yang dipekerjakan.
“Tidak
diwajibkan zakat pada sapi yang dipekerjakan.” (HR Thabrani, Abu Dawud, Baihaqi)
1)
Unta
Kewajiban
zakat unta dijelaskan Nabi dalam haditsnya dari
Anas ra. Menurut riwayat
Al-Bukhari yang menyampaikan sabda Nabi yang artinya,
”Setiap 24 ekor unta atau kurang, maka zakatnya seekor kambing betina.
Untuk setiap 5 ekor unta, jika jumlahnya 25 sampai 35 ekor, maka zakatnya satu
ekor anak unta betina berumur 1-2 tahun atau satu ekor anak unta jantan berumur 3-4 tahun, jika jumlahnya 36 ekor sampai 45 ekor, zakatnya 46
sampai 60 ekor unta, zakatnya adalah seekor unta betina berumur 3-4 tahun”. (HR Bukhari)
Nishabnya yang pertama-tama
ialah bila seseorang memiliki 5 ekor. Artinya, kalau kurang dari itu maka tidak
wajib dizakati. Selanjutnya, zakatnya semakin bertambah bila bilangan unta itu
semakin banyak. Perhatikanlah tabel berikut ini:
Nishab
|
ZAKATNYA
|
|
5 —
|
9 ekor
|
|
10 —
|
14 ekor
|
2 ekor
kambing
|
15 —
|
19 ekor
|
3 ekor kambing
|
20 —
|
24 ekor
|
4 ekor
kambing
|
25 —
|
35 ekor
|
|
36 —
|
45 ekor
|
|
46 —
|
60 ekor
|
|
61 —
|
75 ekor
|
|
76 — 90 ekor
|
2 ekor
unta Bintu Labun
|
|
91 — 120 ekor
|
2 ekor
unta Hiqah
|
Keterangan :
a. Kambing yang dikeluarkan
sebagai zakat boleh berupa anak domba berumur 1 tahun, atau anak kambing biasa
yang berumur 2 tahun.
b. Bintu Mikhadh: unta betina
yang berumur 1 tahun, masuk tahun kedua.
- Bintu
Labun: unta betina berumur 2 tahun, masuk tahun ketiga.
d.
Hiqah:
unta betina berumur 3 tahun, masuk tahun keempat.
- Jadz'ah:
unta betina berumur 4 tahun, masuk tahun kelima.
Berikutnya, setiap kali jumlah itu bertambah 40 ekor maka
zakatnya ditambah seekor bintu labun, dan setiap kali bertambah 50 ekor,
zakatnya ditambah seekor hiqah. Jadi, kalau jumlah unta mencapai 170 ekor
umpamanya, maka bila telah berulang tahun, zakatnya adalah 3 ekor bintu labun
dan seekor hiqah. Karena 170 ekor unta itu memuat 3 X 40 dan 1 X 50.
Adapun dalil dari keterangan tersebut di atas ialah sebuah
atsar yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (1386), dari Anas RA, bahwasanya Abu
Bakar RA telah menulis untuknya surat seperti tersebut di bawah ini, ketika
beliau mengirimnya ke al-Bahrain untuk menghimpun zakat:
Artinya: "Dengan menyebut nama Allah Yang Pengasih Maha
Penyayang. Inilah kewajiban zakat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW
atas kaum muslimin, dan yang telah diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya. Maka,
barangsiapa memintanya dari kaum muslimin sebagaimana mestinya, maka hendaklah
zakat itu diberikan kepadanya. Dan barangsiapa meminta lebih dari itu, maka
janganlah diberi: "Untuk 24 ekor unta atau kurang, zakatnya berupa
kambing, tiap-tiap 5 ekor unta, seekor kambing. Lalu, apabila telah mencapai 25
sampai dengan 35 ekor, zakatnya seekor unta betina bintu makhadh. Kalau di
antara unta-unta itu tidak ada bintu makhadh, maka seekor unta jantan ibnu
labun. Lalu, apabila telah mencapai 36 sampai dengan 45 ekor, zakatnya seekor
unta betina bintu labun. Selanjutnya, apabila telah mencapai 46 sampai dengan
60 ekor, zakatnya seekor hiqah yang telah patut disetubuhi pe- jantannya.
Terus, apabila telah mencapai 61 sampai dengan 75 ekor, zakatnya seekor jadz
'ah. Lalu, apabila telah mencapai 76 sampai dengan 90 ekor, zakatnya 2 ekor
bintu labun. Seterusnya, apabila telah mencapai 91 sampai dengan 120 ekor,
zakatnya 2 ekor hiqah yang telah patut disetubuhi pejantannya. Terus, apabila
telah lebih dari 120 ekor, untuk tiap-tiap 40 ekor, seekor bintu labun, dan
untuk tiap-tiap 50 ekor, seekor hiqah'.
2)
Sapi
Kewajiban
zakat sapi dijelaskan Nabi dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Mu’adz ra.
“Rasulullah Saw mengutusku ke Yaman, lalu beliau
memerintahkan aku untuk mengambil zakat berupa seekor tabi’a dari setiap 30
ekor sapi dan musinnah dari setiap 40 ekor sapi.” (HR Malik, Abu Dawud)
Nishabnya
yang terendah adalah 30 ekor. Jadi, kalau kurang dari itu tidaklah wajib
dizakati. Selanjutnya, sapi yang wajib di-keluarkan sebagai zakat semakin
bertambah sesuai dengan standar tertentu, manakala jumlah sapi semakin banyak.
Nisabnya
|
Zakatnya
|
30
- 39 ekor
|
S seekor sapi jantan atau
betina tabi'
|
40
- 59 ekor
|
Se seekor sapi betina
musinnah
|
60
- 69 ekor
|
2 e
2
ekor tabi'
|
70
- 79 ekor
|
Se seekor musinnah dan seekor
tabi’
|
80 -89
ekor
|
2 e
2
ekor musinnah
|
90 –
99 ekor
|
3 e
3
ekor tabi’
|
100 – 109
ekor
|
Se seekor musinnah dan 2 ekor
tabi’
|
110
- 119 ekor
|
2 e
2
ekor musinnah dan seekor tabi’
|
Keterangan :
- Tabi' ialah sapi berumur 1 tahun menginjak tahun
kedua.
- Musinnah ialah sapi berumur 2 tahun menginjak tahun
ketiga.
Demikian seterusnya,
tiap-tiap bertambah 30 ekor, maka zakatnya ditumbuh seekor tabi', dan tiap-tiap
bertambah 40 ekor, zakatnya di tambah seekor musinnah.
Dalilnya ialah sebuah atsar
riwayat at-Tirmidzi (623) dan Abu Daud (1576) dan lainnya, dari Mu'adz RA, dia
berkata:
بَعَثَنِىْ رَسُوْلُ اﷲِ صَلَّى
اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِلَى الْيَمَنِ ، فَاَمَرَنِىْ اَنْ آخُذَ مِنْ كُلِّ
ثَلاَثِيْنَ بَقَرَةً تَبِْعًا اَوْتَبِيْعَةٌ ، وَ مِنْ كُلِّ اَرْبَعِيْنَ
بَقَرَةً مُسِنَّةً٠
Artinya:
"Pernah aku diutus Rasulullah SAW ke Yaman. Aku disuruh me-mungut dari
tiap-tiap 30 ekor sapi, seekor sapi jantan atau betina tabi', dan dari
tiap-tiap 40 ekor sapi, seekor sapi musinnah.
3)
Kambing
Kambing barulah dizakati
apabila jumlahnya telah menca-pai 40 ekor. Pada saat itu wajib dikeluarkan
zakatnya seekor. Selanjutnya, zakat yang wajib dikeluarkan semakin bertambah,
manakala jumlah kambing semakin banyak, sesuai dengan standar tertentu sebagai
berikut:
Nisabnya
|
Zakatnya
|
40 - 120 ekor
|
1
ekor kambing domba berumur setahun atau 1 ekor
kambing biasa yang berumur dua tahun.
|
121 - 200 ekor
|
2 ekor
kambing.
|
201 - 300 ekor
|
3 ekor
kambing.
|
Zakat yang wajib dikeluarkan semakin bertambah
ber-dasarkan standar tertentu, yaitu: tiap-tiap 100 ekor, seekor. Maksudnya,
tiap kali jumlah kambing bertambah 100 ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan
bertambah pula seekor kambing.
Dalilnya ialah hadits al-Bukhari (1386) dari Anas RA,
yaitu surat Abu Bakar RA untuknya, beberapa penggalan dari surat itu telah kita
cantumkan di atas, sedang pada bagian lain dinyatakan:
Artinya: "Mengenai zakat kambing - yakni kambing
yang digembalakan apabila ada 40 sampai dengan 120 ekor, zakatnya seekor.
Apabila lebih dari 120 sampai dengan 200 ekor, maka zakatnya 2 ekor. Lalu,
apabila lebih dari 200 sampai dengan 300 ekor, zakatnya 3 ekor. Seterusnya,
apabila lebih dari 300 ekor, maka untuk tiap-tiap 100 ekor, seekor. Jadi,
apabila gembalaan seseorang kurang seekor saja dari 40 ekor kambing, maka tidak
wajib dizakati, kecuali bila pemiliknya menghendaki".
b.
Zakat Emas dan Perak
Islam
telah mensyariatkan wajibnya zakat pada emas dan perak dan sesuatu yang
mengganitkan keduanya, yakni uang. Menurut Abu Zahrah harus dizakati dan
dinilai dengan uang. Harta yang dalam keadaan yang digadaikan zakatnya dipungut
atas pemilik harta, karena barang-barang yang digadaikan tetap menjadi milik
yang menggadaikan.
Zakat
emas dan perak yaitu jika waktunya telah cukup setahun dan telah sampai ukuran
emas yang dimilikinya sebanyak 20 misqal yakni 20 dinar setara dengan 85 atau
96 gram. Sedangkan perak adalah 200 dirham atau 672 gram keatas, dan
masing-masing zakatnya 2,5%. Sabda Rasulullah yang artinya :
“Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan
telah cukup satu tahun maka zakatnya 5 dirham, dan tidak wajib atasmu zakat
emas hingga engkau mempunyai 20 dinar. Apabila
engkau mempunyai 20 dinar dan telah cukup satu tahun, maka wajib zakat adanya
setengah dinar.”
Ketentuan :
-
Mencapai haul.
-
Mencapai nishab 85 gr emas
murni.
-
Mencapai nishab 595 gr perak
-
Besar zakat 2,5 %.
Cara
Menghitung :
Jika seluruh emas/perak yang dimiliki, tidak dipakai atau
dipakainya hanya setahun sekali.
Zakat =
emas/perak yang dimiliki x harga emas/perak x 2,5 %
Jika emas
yang dimiliki ada yang dipakai
Zakat =
(emas/perak yang dimiliki – emas/perak yang dipakai) x harga emas x 2,5 %.
c.
Zakat Hasil Bumi
Adapun
zakat makanan telah diterangkan dalam Al-Qur’an yang menyuruh kaum Muslimin
untuk mengeluarkan zakat terhadap segala hasil yang dikeluarkan dari bumi
seperti biji-bijian dan buah-buahan. Keduanya wajib dizakati apabila memenuhi
kriteria berikut:
1) Menjadi
makanan pokok manusia
2) Memungkinkan untuk disimpan dan tidak mudah rusak /
membusuk
3) Dapat ditanam oleh manusia.
Pendapat ulama tentang
harta yang wajib di zakati :
1) Abu Hanifah, mewajibkan zakat pada segala hasil
tanaman/buah-buahan baik berupa kurma ataupun buah-buahan lainnya.
2) Abu Yusuf dan
Muhammad Ibnu Al-Hasan, zakat hanya wajib pada buah-buahan yang dapat tahan
satu tahun.
3) Asy
Syafi’i, zakat hanya wajib pada buah-buahan kurma dan anggur.
Abu Hanifah memegang
umumnya hadis,
”Pada tanaman-tanaman yang dialiri dengan air hujan
dan mata air atau yang mengisap dengan akarnya, zakatnya sepersepuluh dan yang
dialiri dengan kincir zakatnya seperduapuluh.”
Sedangkan Asy-Syafi’i,
Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf berhujjah dengan hadis,
” Tidak ada zakat dalam sayur-mayur.”
Abu
Hanifah tidak mewajibkan zakat terhadap rumput, tetapi apabila rumput itu
sengaja ditanam dan menghasilkan wajib pula dibayar zakatnya. Apabila
sayur-mayur itu diperdagangkan, maka wajib zakat dari perdagangan sayur
tersebut. Dalam hal ini sesungguhnya dapat dilihat dari segi lain yaitu dari
segi subjek hukumnya apakah sebagai produsen atau sebagai pedagang atau sebagai produsen dan pedagang.
Zakat
tidak diwajibkan kecuali bila sudah mencapai nisab. Adapun nisabnya ialah 5
wasaq seteleh biji-bijian atau buah tersebut dibersihkan dari tangkai dan
batangnya. Rasulullah bersabda,
“Tidak wajib zakat pada kurma yang kurang dari lima
wasaq.” (HR Bukhari, Muslim dan
Abu Dawud)
Wasaq
adalah jenis timbangan seberat 60 sha’ dan ini merupakan ijma’ para ulama.
Sedangkan 1 sha’ itu sama dengan 3 ritl. Maka nisab biji-bijian dan buah adalah
900 ritl. Dan 1 sha’ itu sama dengan 4 mud, yakni satu cakupan tangan orang
biasa (tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil). Untuk zaman sekarang, 1
sha’ itu sama dengan 2,4 kg. Sehingga nisab biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan
adalah 5 wasaq atau setara dengan 720 kg.
Kecuali
pada padi dan gandum dan selain keduanya yang disimpan berikut kulitnya. Maka
dari setiap 2 wasaq harus ditambah 1 wasaq, sehingga nisab keduanya menjadi 10
wasaq. Akan tetapi jika kulitnya dibersihkan, maka nisabnya sama seperti semula
yaitu 5 wasaq.
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ
وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا
وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ
حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
”Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang
berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan
tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan
kepada fakir miskin), dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan”. (QS
Al-An’am 141)
Ayat
ini mempertegas adanya zakat untuk semua hasil bumi, kemudian dikeluarkan
zakatnya sebanyak 10% jika dialiri dengan air hujan atau sungai dengan cara
yang mudah. Tetapi zakatnya hanyalah 5% jika dialiri dengan air yang dibeli
atau mempergunakan upah.
Tidak
ada kewajiban menunaikan zakat kecuali setelah dipanen. Sebab sebelum itu biji-bijian dianggap seperti
sayuran-sayuran yang tidak wajib dizakati. Zakat biji-bijian tidak dikeluarkan
kecuali setelah biji tersebut matang, lalu dipetik dan dibersihkan dari kulit
dan kotoran. Begitu pula pada buah-buahan, zakatnya setelah masak di pohon.
Apabila pemilik pohon hendak menjual buah-buahnya sebelum layak dipanen supaya
tidak terkena wajib zakat, maka yang demikian itu dimakruhkan karena ia
melarikan diri dari ibadah. Meskipun demikian hukum jual belinya tetap sah.
Jika
biji-bijian dan buah-buahan satu jenis, maka diambil zakat dari jenis tersebut.
Jika pemiliknya mengeluarkan jenis yang lebih baik maka hal itu
diperbolehkan dan tentu saja bertambah pula kebaikannya. Sedangkan
jika ia mengeluarkan jenis yang lebih rendah kualitasnya, maka hal itu tidak
sah. Apabila buah-buahan tersebut terkena bencana, atau dicuri atau hilang maka
tidak ada kewajiban zakat pada pemilik buah tersebut.
Ketentuan :
-
Mencapai nishab 653 kg gabah atau 520 kg jika yang
dihasilkan adalah makanan pokok.
-
Jika selain makanan pokok, maka nishabnya disamakan dengan
makanan pokok paling umum di suatu daerah.
-
Kadar zakat apabila diairi dengan air hujan, sungai, atau
mata air, maka 10 %.
-
Kadar zakat jika diairi dengan cara disiram atau irigasi
maka zakatnya 5 %.
d. Zakat Harta Temuan / Terpendam (Rikaz)
Secara
etimologi, rikaz adalah sesuatu yang ditetapkan. Menurut sebagian ulama, rikaz, yaitu harta karun yang
diketemukan setelah terpendam dimasa lampau. Dan semua benda-benda tambang yang
baru diketemukan baik di darat atau di laut. Apabila menemukan barang di jalan
atau masjid maka hal itu tidak bisa dikatakan rikaz, melainkan luqathah.
Syarat Zakat harta temuan :
1) Penemu adalah orang yang diwajibkan berzakat. Yaitu orang
muslim,
2) Tempat ditemukannya rikaz. Tidak diwajibkan zakat pada
rikaz melainkan apabila penemu itu mendapatkannya di lahan yang tidak didiami
oleh orang. Demikian juga apabila rikaz ditemukan di lahan yang memang miliknya
atau di daerah yang ditetapkan untuknya. Maka hal itu memungkingkan rikaz
tersebut menjadi miliknya melalui ketetapan tersebut.
3) Mencukupi nisab. Nisabnya yaitu 20 dinar emas (85 gram)
atau 200 dirham perak.
4) Tidak disyaratkan haul.
Kewajiban
untuk menunaikan zakat barang temuan adalah setiap kali orang menemukan barang
tersebut. Kita wajib mengeluarkan zakat sebesar 20% dari rikas yang kita
temukan, pada saat kita menemukannya. Ketentuan
ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
“Zakat rikaz (harta terpendam) adalah sebanyak seperlima.”(HR Bukhari dan Muslim).
e.
Zakat Hasil Tambang (Ma’din)
Ma’din
adalah tempat Allah SWT menciptakan emas, perak, besi dan tembaga. Zakat Ma’din
adalah zakat yang dibayarkan dari barang tambang apabila seorang muslim
mengeluarkannya dari tanah yang tak bertuan, atau dari tempat yang memang
miliknya. Dasar hukumnya berasal dari Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 35.
يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ
فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ
لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
“Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam
neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung
mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan itu." (QS At-Taubah 35).
Syarat
zakat ma’din adalah barang tambang yang dikeluarkan dari bumi itu berupa emas
dan perak, bukan selain keduanya. Dengan demikian besi, timah, permata,
kristal, marjan, zamrud, minyak dan lainnya tidak diwajibkan zakat. Hal ini
menurut pendapat yang kuat yang telah dinashkan oleh Imam Syafi’i. Selain itu
syarat zakat ma’din adalah keberadaan barang telah ditemukan dan telah
dikeluarkan. Menurut pendapat yang paling kuat diantara madzhab Syafi’i, tidak
disyaratkan haul pada barang tambang tersebut. Dan persyaratan ini hanya
dikhususkan untuk barang tambang / ma’din saja. Adapun emas dan perak yang
merupakan harta tunai dan telah dicetak itu berbeda dan disyaratkan sempurna
satu haul untuk zakatnya.
Adapun
nisab zakat ma’din / harta temuan adalah 20 dinar emas (85 gram) atau 200
dirham perak. Hasil tambang apabila sampai satu nisab (sesuai dengan nisabnya
emas atau perak), wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga sebesar 2,5%.
Waktu diwajibkannya menunaikan zakat adalah sejak barang tambang itu dikeluarkan
dan dilakukan pembersihan dan penyaringan dari tanah dan kotoran lainnya.
Sehingga berat / kadarnya dapat diukur dengan sempurna tanpa tercampur oleh
benda lain.
Apabila
ma’din merupakan milik dua orang dan mencapai satu nisab, maka mereka wajib menunaikan
zakatnya. Yang menyebabkan seseorang tidak berkewajiban menunaikan zakat harta
ini adalah apabila harta tersebut hilang maupun dicuri ataupun apabila penemu
barang tambang tersebut memiliki hutang.
f.
Zakat Harta Perniagaan / Perdagangan
Yang
dimaksud harta perdagangan adalah harta yang dijual atau dibeli guna memperoleh
keuntungan. Harta ini tidak hanya tertentu pada harta kekayaan, tetapi semua
harta benda yang diperdagangkan. Para ulama bersepakat tentang wajibnya zakat
pada harta perdagangan
ini. Yang menjadi dasar hukum zakat bagi barang dagangan adalah sebagaimana
yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا
مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا
تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا
فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu
keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya
Maha Terpuji.” (Al Baqarah 267).
Begitu pula berdasarkan
hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Baihaqi.
“ Setelah itu sesungguhnya nabi saw menyururh kami
mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami sediakan untuk perniagaan”.
Syarat Wajib Harta:
1) Harta
didapat dengan transaksi jual beli. Adapun jika dimiliki secara warisan,
wasiat, hibah, menemukan dan sebagainya maka barang ini bukan termasuk harta
dagangan, kecuali jika setelahnya pemilik tersebut memperjualbelikannya.
2) Niat
memperjualbelikan harta benda. Jika membeli harta benda dan tidak berniat untuk
memperjualbelikannya, maka harta tersebut bukanlah harta dagangan.
3) Mencapai
nisab.
4) Sempurna
satu haul. Haulnya bermula sejak dimiliknya harta benda perdagangan melalui
transaksi. Jika telah sempurna haulnya, dan harta dagangan mencukupi nisab maka
wajib dizakati. Jika tidak mencukupi nisab maka tidak wajib untuk menunaikan
zakat.
Ketentuan :
-
Telah mencapai haul.
-
Mencapai nishab 85 gr emas.
-
Besar zakat 2,5 %.
-
Dapat dibayar dengan barang
atau uang.
-
Berlaku untuk perdagangan
secara individu atau badan usaha ( CV, PT, koperasi).
Cara Hitung :
Zakat Perdagangan = (Modal
yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) – (hutang + kerugian)
x 2,5 %.
g.
Zakat Profesi.
Yakni zakat yang
dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab.
Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan,
dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta. Jika penghasilannya selama
setahun lebih dari senilai 85 gram emas dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali
sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok. Dasar dari zakat profesi ini seperti zakat tentang
usaha lainnya yang tertera dalam surat Al Baqarah ayat 267:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ
مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu
keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan
mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Maha Terpuji.”
(Al Baqarah 267).
Nisab sebesar
5 wasaq / 652,8 kg gabah setara 520 kg beras. Besar zakat profesi yaitu 2,5 %.
Terdapat 2 kaidah dalam menghitung zakat profesi:
-
Menghitung dari pendapatan kasar (brutto).
Besar Zakat yang
dikeluarkan = Pendapatan total (keseluruhan) x 2,5 %.
-
Menghitung dari pendapatan bersih (netto).
Pendapatan wajib
zakat=Pendapatan total – Pengeluaran perbulan*.
Besar zakat yang harus
dibayarkan=Pendapatan wajib zakat x 2,5 %.
h.
Zakat Hadiah
Ulama kontemporer seperti D.R.Yusuf Qordlowi berpendapat
wajib di keluarkan zakat hadiah, hal demikian merujuk pada salah satu riwayat
pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal (Madzhab Hanbali) dan beberapa riwayat yang
menjelaskan hal tersebut.
Diantaranya
adalah riwayat dari Ibnu Mas’ud, Mu’awiyyah, Awza’i dan Umar bin Abdul Aziz
yang menjelaskan bahwa beliau mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin), jawaiz (hadiah) dan almadholim (barang ghosob/curian
yang di kembalikan). Abu Ubaid meriwayatkan, “Adalah Umar bin Abdul Aziz,
memberi upah pada pekerjanya dan mengambil zakatnya, dan apabila mengembalikan
almadholim (barang ghosob/curiang yang di kembalikan) diambil zakatnya, dan
beliau juga mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin) yang di berikan kepada
yang menerimanya.
Atas dalil-dalil tersebut di atas
dengan merujuk pada Madzhab Hanbali, beberapa Ulama kontemporer berpendapat
adanya zakat atas upah atau hadiah yang di peroleh seseorang. Dengan demikian
apabila seseorang dengan hasil profesinya atau hadiah yang didapat menjadi
kaya, maka ia wajib zakat atas kekayaan tersebut. Akan tetapi jika hasil yang
di dapat hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, atau
lebih sedikit, maka baginya tidak wajib zakat, bahkan apabila hasilnya tidak
mencukupi untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya maka ia tergolong mustahiq
zakat.
Jika
hadiah tersebut
terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan zakat profesi dan dikeluarkan
pada saat menerima hadiah. Besar Zakat yang dikeluarkan 2.5%.
Jika
komisi, terdiri dari 2 bentuk :
Pertama,
jika komisi dari hasil persentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka
zakat yang dikeluarkan sebesar 10%.
Kedua, jika
komisi dari hasil profesi misalnya makelar, maka zakatnya seperti zakat
profesi.
Jika hibah
:
Pertama,
jika sumber hibah tidak diduga-duga maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%.
Kedua, jika
sumber hibah sudah diduga dan diharapkan, maka hibah tersebut digabungkan
dengan kekayaan yang ada, zakat yang dikeluarkan sebesar 2.5%.
i.
Zakat
Simpanan
Uang yang disimpan, entah di bawah tempat tidur atau di
bank, alias tidak diputar untuk modal usaha tetap wajib dikeluarkan
zakatnya jika telah mencapai nisab atau jumlah tertentu sehigga wajib zakat
(senilai harga 85 gram emas murni).
Zakat uang simpanan dikeluarkan setiap tahun, selama jumlah
uang masih mencapai satu nishab, dipersamakan dengan emas dan perak yang setiap
tahunnya bisa berubah nilainya. (Keputusan Muktamar ke-8 Nahdlatul Ulama di
Jakarta, tanggal 12 Muharram 1352 H./ 7 Mei 1933 M.)
Hal ini didasarkan pada keterangan dalam kitab Bajuri-Fathul
Qorib Juz I dan Bujairimi-Iqna’, bahwa pada benda-benda tambang yang berpotensi
untuk tetap mempunyai nilai tambah seperti emas dan perak wajib dizakati selama
barangnya masih ada dan mencapai satu nishab. Sementara pada biji-bijian
zakatnya hanya setahun sekali saja walaupun biji-bijian tetap ada selama
beberapa tahun.
Tahun pertama pengeluaran zakat dihitung setelah seseorang
menyimpan uangnya selama satu tahun. Tahun kedua dihitung setelah melewati satu
tahun dari tahun pertama, begitu seterusnya. Besarnya zakat yang dikeluarkan
tiap tahunnya adalah 2,5 persen, sama dengan zakat barang dagangan.
Jika asumsi harga emas murni hari ini adalah Rp. 150.000,-
per gramnya maka nishab zakat uang simpanan adalah 85 gram emas murni x Rp.
150.000,- = Rp. 12.750.000,-. Zakat yang dikeluarkan = 2,5 % x jumlah
uang simpanan.
Misalnya seorang menyimpan uang pada tanggal 29 Desember
2005 sejumlah Rp.50.000.000,- Pada tanggal 29 Desember 2005 uang simpanan
berjumlah Rp.45.000.000,- (masih satu nishab) maka zakat yang harus dikeluarkan
adalah 2,5 % X Rp.45.000.000,- = Rp.1.125.000,-.
Jika pada tahun berikutnya uang simpanan masih mencapai satu
nishab (berdasarkan perhitungan harga emas murni waktu itu) maka tetap wajib
dikeluarkan zakatnya seperti pada perhitungan di atas.
Sebagai catatan, seorang muslim tidak diperkenankan untuk
melakukan trik tertentu agar tidak mengeluarkan zakat. Misalnya membelanjakan
uangnya habis-habisan menjelang satu tahun kepemilikan hartanya sehingga kurang
dari satu nishab. Orang seperti ini disebut sebagai orang yang bakhil, atau
dalam bahasa fikih yang tegas disebut sebagai orang yang ingkar terhadap
perintah Allah SWT.
j.
Zakat investasi
Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh
dari hasil investasi. Diantara bentuk usaha yang masuk investasi adalah
bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan,
investasi pada ternak atau tambak, dan lain-lain.
Dilihat dari karakteristik investasi, biasanya modal tidak bergerak dan
tidak terpengaruh terhadap hasil produksi maka zakat investasi lebih dekat ke
zakat pertanian. Pendapat ini diikuti oleh ulama modern seperti Yusuf Qordhowi,
Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Abdurahman Hasan, dll.
Dengan demikian zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan
sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 %
atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 untuk penghasilan bersih.
Berikut contoh
harta yang termasuk investasi ini antara lain.
a. Rumah yang
disewakan untuk kontrakan atau rumah kost. Hotel dan properti yang disewakan
seperti untuk kantor, toko, showroom, pameran atau ruang pertemuan.
b. Kendaraan
seperti angkot, taxi, bajaj, bus, perahu, kapal laut, truk bahkan pesawat
terbang.
c. Pabrik dan
industri yang memproduksi barang-barang.
d. Lembar-lembar
saham yang nilainya akan bertambah.
e. Sepetak ladang
yang disewakan.
f. Hewan-hewan
yang diambil manfaatnya seperti kuda sebagai penarik, atau domba yang diambil
bulunya.
Harta investasi yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil pemasukan dari
investasi itu setelah dikurangi dengan kebutuhan pokok. Ini adalah salah satu
pendapat yang cocok diterapkan kepada mereka yang pemasukannya relatif kecil,
sedangkan kehidupannya sangat tergantung pada investasi ini. Jadi pengeluaran
zakatnya bukan pemasukan kotor, tetapi setelah dikurangi dengan pengeluaran
kebutuhan pokoknya.
Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa yang harus dikeluarkan
zakatnya adalah pemasukan kotornya. Pendapat ini agaknya lebih cocok bagi
pemilik investasi yang besar dan mendatangkan keuntungan berlimpah sehingga
pemiliknya hidup berkecukupan.
Nishab zakat investasi mengikuti nishab zakat pertanian, yaitu seharga 520
kg beras tiap panen. Bila harga 1 kg besar Rp. 2.500, maka 520 kg x Rp.
2.500,-. Hasilnya adalah Rp. 1.300.000,-.
Para ulama berpendapat bahwa nishab zakat investasi adalah jumlah
penghasilan bersih selama setahun, meski pemasukan itu terjadi tiap waktu. Bila
nilai total memasukan bersih setelah dikurangi dengan biaya operasional
melebihi Rp. 1.300.000,-, wajib dikeluarkan zakatnya.
Para ulama mengqiyaskan zakat investasi ini dengan zakat pertanian yaitu
antara 5 % hingga 10 %. Contoh: Pak Haji Zaenal punya rumah kotrakan petak 8
pintu di daerah Ciganjur. Harga kontrakan tiap pintu adalah Rp. 150.000,-. Jadi
setiap bulan beliau menerima total uang kontrakan sebesar 8 x Rp. 150.000 = Rp.
1.200.000,-.
Namun ini adalah pemasukan kotor. Sedangkan kehidupan Pak Haji Zaenal ini
semata-mata menggantungkan dari hasil kontrakan. Beliau punya tanggungan nafkah
keluarga yang kebutuhan pokoknya rata-rata tiap bulan Rp. 1.000.000,-. Jadi
yang tersisa dari pemasukan hanya Rp. 200.000,-. Bila dikumpulkan dalam
setahun, maka akan didapat Rp. Rp. 2.400.000,- dari pemasukan bersihnya. Angka
ini sudah melewati nishab zakat investasi yang besarnya Rp. 1.300.000,-.
Karena itu zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 % dari pemasukan bersih.
Jadi besarnya zakat yang dikeluarkannya adalah dari setiap pemasukan bersih
tiap bulan 5 % x Rp. 200.000 = Rp. 20.000,-.
2.4 Mustahiq (Orang Yang Berhak Menerima Zakat)
Zakat
fitrah dan zakat maal wajib diserahkan kepada delapan golongan. Mereka adalah
orang-orang yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ
عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
orang-orang yang berjuang untuk Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS At-Taubah 60)
1)
Fakir
Orang
yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap dan tidak ada yang menanggung
kebutuhan hidup sehari-harinya.
2)
Miskin
Orang
yang mempunyai mata pencaharian tetapi penghasilannya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3)
Amil
Orang
yang mengurusi zakat, mulai dari pengumpulan sampai dengan pembagian kepada
yang berhak.
4)
Hamba
Sahaya atau Riqab
Orang
yang menjadi budak dan dapat diperjualbelikan.
5)
Fi
Sabilillah
Orang
yang memperjuangkan agama Islam.
6)
Mu’allaf
a. Orang
yang baru masuk Islam dan imannya masih lemah
b. Orang
yang masuk Islam dan memiliki niat yang kuat.
c. Orang
Islam yang menjaga perbatasan dari serangan kaum kafir atau musuh lainnya.
d. Orang
Islam yang membantu negara mengurus zakat.
7.
Gharim
atau Orang yang berhutang
a. Orang
yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang berselisih.
b. Orang
yang berhutang untuk kepentingan dirinya yang dibolehkan.
c. Orang
yang berhutang karena menjamin utang orang lain, sedangkan dia dan orang yang
dijamin tidak mampu membayar.
8.
Ibnu
Sabil atau Musafir
Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat.
Adapun
mereka-mereka yang tidak berhak atau tidak boleh mendapatkan zakat diantaranya
:
a.
Orang kafir (hanya berhak diberi sedekah)
b.
Orang atheis
c.
Keluarga Bani Hasyim dan Bani Muttalib
d.
Orang kaya dan orang yang masih memiliki tenaga.
e.
Hamba sahaya yang masih mendapat nafkah atau tanggungan dari
tuannya.
2.5 Faedah Zakat
Zakat
memiliki beberapa faedah yang sangat berguna bagi umat Islam, di antaranya
faedah agama (diniyyah), akhlak
(khuluqiyah) dan kesosialan (ijtimaiyyah). Berikut penjelasan
lebih rinci mengenai faedah-faedahnya.
a.
Faedah agama
1) Dengan
berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba
kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
2) Merupakan
sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan
diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat
beberapa macam ketaatan.
3) Pembayar
zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana
firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah" (Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits muttafaq
alaih, nabi juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan
ditumbuh kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
4) Zakat
merupakan sarana penghapus dosa.
b.
Faedah akhlak
1) Menanamkan
sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar
zakat.
2) Pembayar
zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas
kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
3) Merupakan
realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun
raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah
pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat
pengorbanannya.
4) Di
dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
5) Menjadi
tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.
c.
Faedah kesosialan
1) Zakat
merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin
yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
2) Memberikan
dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa
dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
3) Zakat
bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada
fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang
berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta
untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan
mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk
mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara
si kaya dan si miskin.
4) Zakat
akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan
melimpah.
5) Membayar
zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta
dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang
mengambil manfaat.
2.6 Hikmah Zakat
Hikmah
dari zakat antara lain:
a. Mengurangi
kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang kurang berada.
b. Pilar
amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang
berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah.
c. Membersihkan
dan mengikis akhlak yang buruk.
d. Alat
pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan.
e. Ungkapan
rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.
f.
Untuk pengembangan potensi ummat.
g. Dukungan
moral kepada orang yang baru masuk Islam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Zakat ialah pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang
tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan. Dinamakan zakat
karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkat, membersihkan
jiwa dan menumpuknya. Hukum zakat yaitu fardhu
‘ain.
Zakat terbagi menjadi zakat
fitrah dan zakat maal. Sedangkan zakat maal terbagi lagi menjadi zakat
binatang ternak, zakat emas dan perak, zakat hasil bumi, rikaz, ma’din, zakat
harta perniagaan, zakat profesi, zakat hadiah, zakat simpanan, zakat investasi.
Faedah zakat juga ada untuk faedah agama,akhlak,dan social.
Orang-orang yang berhak menerima zakat yaitu orang fakir,
orang miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, fi sabilillah,
dan ibnu sabil. Sedangkan yang tidak berhak menerima zakat yaitu orang kafir,
orang atheis, keluarga Bani Hasyim dan Bani Muttalib, dan ayah, anak, kakek,
nenek, ibu, cucu, dan isteri yang menjadi tanggungan orang yang berzakat.
Salah satu hikmah dari zakat yang kita
keluarkan adalah ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://pengertianzakatmu.blogspot.co.id/2015/03/dalil-tentang-zakat.html
http://www.artikelsiana.com/2015/06/pengertian-zakat-fitrah-syarat-waktu-zakat-fitrah.html
http://reconomication.blogspot.co.id/2011/06/investasi-zakat.html
https://tafsirq.com
0 Comments