BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Islam adalah agama yang sempurna dan
diridhoi oleh Allah SWT. Hanya saja kesempurnaan Islam ini hanya bisa kita rasakan
dalam kehidupan jika kita pun melaksanakannya secara sempurna. Jika kita hanya
melaksanakan Islam secara setengah-setengah, atau sebagiannya saja, maka kita
tidak akan bisa merasakan kesempurnaan Islam itu sendiri.
Kita hanya akan bisa merasakan
sebagian saja dari kesempurnaan itu. Dan yang lebih penting, kita hanya akan
bisa menjadi muslim yang seutuhnya jika kita masuk kedalam Islam secara
keseluruhan. Jika kita masuk kedalam Islam secara setengah-setengah, kita pun
akan menjadi muslim yang setengah-setengah.
Nabi Muhammad SAW telah bersabda
‘Telah aku tinggalkan dua perkara,selama kalian (umat islam) berpegang teguh,
kalian tidak akan sesat, yaitu Kitabulloh(Al-Qur’an dan Sunah Nabi (Al-Hadist).
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Adapun
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini :
1. Apa yang dimaksud aqidah dalam agama Islam?
2. Apa sumber dan bagaimana fungsi
aqidah dalam Islam?
3. Prinsip-Prinsip apa saja yang ada
dalam agama Islam?
1.3 TUJUAN
Tujuan
saya meyelesaikan makalah ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui pengertian dan
ruanglingkup pembahasan aqidah.
2. Untuk mengerti sumber dan fungsi
aqidah.
3.
Untuk
memahami Prinsip-Prinsip aqidah Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
AQIDAH DAN RUANG LINGKUP
PEMBAHASAN AQIDAH
Aqidah secara bahasa
berasal dari kata “aqdan” yang berarti ikatan, adalah
keyakinan yang tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat
dan mengandung perjanjian. Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu.
Kata ‘aqidah’ tersebut
dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan dapat pula
digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah aqidah Islam, aqidah nasrani,ada aqidah yang
benar atau lurus dan ada aqidah yang sesat atau menyimpang.
Dalam ajaran agama Islam, aqidah Islam (al-aqidah
al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang
disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepadaAllah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir,serta taqdir baik dan buruk. Ulama telah membagi ruang lingkup
pembahasan aqidah ke dalam 4 (empat) pembahasan, yaitu:
1.
Ilahiyyat, yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan
dengan Allah, seperti wujud Allah, sifat Allah, nama dan sifat Allah dan sebagainya.
2.
Nubuwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah yang dibawa
para Rasul ,mu’jizat rasul dan lain sebagainya.
3.
Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
ghoib seperti jin,
iblis, syaitan , roh ,malaikat dan lain sebagainya
4.
Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah
seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur,
tanda-tanda kiamat, Surga-Neraka dsb.
2.2 PEMBAGIAN AQIDAH TAUHID
Walaupun
masalah qadha’ dan qadar menjadi ajang perselisihan di
kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang
beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan
kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha’ dan qadar adalah
termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam
salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
1.
Tauhid Al-Uluhiyyah, (al-Fatihah ayat 4 dan an-Nas ayat 3)
mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
2.
Tauhid Ar-Rububiyyah, (al-Fatihah ayat 2, dan an-Nas ayat 1)
mengesakan Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
mengesakan Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
3.
Tauhid Al-Asma’ was-Sifat, mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya, artinya
mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma
maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk
tauhidar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmadberkata: “Qadar adalah
kekuasaan Allah”. Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk
qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia
Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia,
tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat
melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk
kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau
berdasarkan nash yang benar.
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di
atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid
Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang
dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk
ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini
adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam
Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah
melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf
ayat 40.
2.3 AQIDAH AKHLAK
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat
dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau
keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang
wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan
yang mengikat.
Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab,
yaitu [خلق] jamaknya [أخلاق] yang artinya tingkah laku, perangai
tabi’at, watak, moral atau budi pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Jadi, akhlak
merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan
diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu
baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau
akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan
spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak
tercela atau akhlakul madzmumah.
Dasar aqidah akhlak adalah ajaran Islam itu sendiri
yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits.
Al Qur’an dan Al Hadits adalah pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan
kriteria atau ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia. Dasar aqidah akhlak
yang pertama dan utama adalah Al Qur’an dan. Ketika ditanya tentang aqidah
akhlak Nabi Muhammad SAW, Siti Aisyah berkata.” Dasar aqidah akhlak Nabi
Muhammad SAW adalah Al Qur’an.”
Islam
mengajarkan agar umatnya melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan
buruk. Ukuran baik dan buruk tersebut dikatakan dalam Al Qur’an. Karena Al
Qur’an merupakan firman Allah, maka kebenarannya harus diyakini oleh setiap
muslim.
Dalam Surat Al-Maidah ayat 15-16 disebutkan yang
artinya “Sesungguhnya telah datang kepadamu rasul kami,
menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan dan
banyak pula yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu
cahayadari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah
Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke
jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan
orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang
dengan izinNya, dan menunjuki meraka ke jalan yang lurus.”
Dasar aqidah akhlak yang kedua bagi seorang muslim
adalah AlHadits atau Sunnah Rasul. Untuk memahami Al Qur’an lebih terinci,
umat Islam diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW,
karena perilaku Rasulullah adalah contoh nyata yang dapat dilihat dan
dimengerti oleh setiap umat Islam (orang muslim).
2.4 SUMBER
DAN FUNGSI AQIDAH
Sumber aqidah Islam
adalah Al-Quran dan As-Sunah, artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah dan
rasulnya wajib di imani dan diyakini atau diamalkan. akal pikiran tidaklah jadi
sumber akidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam
kedua sumber tersebut. dan akal tidak mampu juga menjangkau suatu yang tidak
terikat dengan ruang dan waktu. tetapi akal hanya perlu membuktikan jujur atau
bisakah kejujuran sipembawa berita tersebut di buktikan secara ilmiah oleh akal
dan pikiran itu saja.
Sedangkan akal fikiran
bukanlah merupakan sumber Aqidah. Firman Allah:
”...dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab
(Al-Qur’an) sebagai penjelas atas segala sesuatu petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl,16:89)
Apa saja yang disampaikan
oleh Allah dalam Al Quran dan Oleh Rasulullah dalam Sunnahnya wajib diimani
(diyakini dan diamalkan).Akal Pikiran tidak menjadi sumber aqidah, tapi hanya
berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut. Akal
tidak akan mampu menjangkau hal-hal yang ghaib.
Aqidah memiliki
beberapa fungsi,antara lain:
Ø Sebagai pondasi untuk mendirikan
bangunan Islam.
Ø Merupakan awal dari akhlak yang
mulia. Jika seseorang memiliki aqidah yang kuat pasti akan melaksanakan
ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia, dan bermu’amalat dengan
baik.
Ø Semua ibadah yang kita laksanakan
jika tanpa ada landasan aqidah maka ibadah kita tersebut tidak akan diterima.
2.5 PRINSIP-PRINSIP AQIDAH ISLAM
Prinsip
pertama: Berserah diri pada Allah dengan bertauhid
Maksud prinsip ini adalah beribadah
murni kepada Allah semata, tidak pada yang lainnya. Siapa yang tidak berserah
diri kepada Allah, maka ia termasuk orang-orang yang sombong. Begitu pula orang
yang berserah diri pada Allah juga pada selain-Nya (artinya: Allah itu diduakan
dalam ibadah), maka ia disebut musyrik. Yang berserah diri pada Allah semata,
itulah yang disebut muwahhid (ahli
tauhid).
Tauhid adalah mengesakan Allah dalam
ibadah. Sesembahan itu beraneka ragam, orang yang bertauhid hanya menjadikan
Allah sebagai satu-satunya sesembahan. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا
يُشْرِكُونَ
“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan
yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah: 31).
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).
Dalam ayat lain, Allah menyebutkan mengenai Islam sebagai
agama yang lurus,
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ
أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah
memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 40). Inilah
yang disebut Islam. Sedangkan yang berbuat syirik dan inginnya melestarikan
syirik atas nama tradisi, tentu saja tidak berprinsip seperti ajaran Islam yang
dituntunkan.
Prinsip kedua: Taat kepada Allah dengan melakukan ketaatan
Orang yang bertauhid berarti
berprinsip pula menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ketaatan
berarti menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Jadi tidak cukup menjadi
seorang muwahhid (meyakini Allah itu diesakan dalam
ibadah) tanpa ada amal.
Prinsip ketiga: Berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik
Tidak cukup seseorang berprinsip
dengan dua prinsip di atas. Tidak cukup ia hanya beribadah kepada Allah saja,
ia juga harus berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik. Jadi prinsip seorang
muslim adalah ia meyakini batilnya kesyirikan dan ia pun mengkafirkan
orang-orang musyrik. Seorang muslim harus membenci dan memusuhi mereka karena
Allah. Karena prinsip seorang muslim adalah mencintai apa dan siapa yang Allah
cintai dan membenci apa dan siapa yang Allah benci.
Demikianlah dicontohkan oleh
Ibrahim ‘alaihis salam di mana beliau dan orang-orang yang
bersama beliau berlepas diri dari orang-orang musyrik.
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا
بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik
bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka
berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari
daripada apa yang kamu sembah selain Allah.” (QS. Al Mumtahanah: 4).
Ibrahim berlepas diri dari orang musyrik dan sesembahan mereka.
كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا
بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata
antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu
beriman kepada Allah saja.” (QS. Al Mumtahanah: 4).
Dalam ayat lain disebutkan pula,
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ
عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada
Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al
Mujadilah: 22).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
لَا تَتَّخِذُوا آَبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا
الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu
jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih
mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan
mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. At
Taubah: 23).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS. Al
Mumtahanah: 1).
Demikianlah tiga prinsip agar
disebut muslim sejati, yaitu bertauhid, melakukan ketaatan dan berlepas diri dari
syirik dan pelaku syirik.
Semoga Allah memudahkan kita menjadi hamba-hamba Nya yang bertauhid
Ø Iman
kepada Allah
Beriman
kepada Allah adalah meyakini dengan penuh kesadaran bahwa Allah-lah dzat yang
paling berhak disembah, karena Dia menciptakan, membina, mendidik dan
menyediakan segala kebutuhan manusia
Ø Iman
kepada malaikat
Beriman kepada malaikat adalah
meyakini dengan penuh kesadaran bahwa Allah menciptakan malaikat dari cahaya.
Sifat-sifat malaikat di antaranya :
1. Selalu patuh dan taat
2. Sebagai penyampai wahyu
3. Diciptakan dari cahaya
4. Mempunyai kemampuan yang luar biasa
Ø Iman
kepada kitab suci
Kitab-kitab yang berasal dari firman
Allah seluruhnya ada empat :
1. Taurat
diturunkan kepada Nabi Musa As
2. Zabur
diturunkan kepada Nabi Daud As
3. Injil
diturunkan kepada Nabi Isa As
4. Al-Qur’an
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
Ø Iman
kepada Nabi dan Rasul
Allah mengutus para Nabi dan Rasul
untuk membawa kabar gembira kepada umat manusia, memberi teladan akhlak mulia
dan berpegang teguh terhadap ajaran Allah. Sifat-sifat yang ada pada diri Nabi
dan Rasul Allah adalah :
·
Shiddiq
artinya benar.
Apa yang disabdakan Nabi adalah benar karena Nabi tidak berkata-kata kecuali
apa yang diwahyukan Allah SWT.
·
Amanah
artinya dapat dipercaya.
Segala urusan akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
·
Fathanah
artinya bijaksana dan cerdas. Nabi mampu memahami perintah-perintah Allah dan menghadapi
penentangnya dengan bijaksana.
·
Tabligh
artinya menyampaikan.
Nabi menyampaikan kepada umatnya apa yang diwahyukan Allah kepadanya
Ø Iman
kepada hari akir
Beriman
kepada hari akhir adalah meyakinibahwa manusia akan mengalami kesudahan dan
meminta pertanggung jawaban di kemudian hari.Al-Qu’ran selalu menggugah hati
dan pikiran manusia dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa hari kiamat,
dengan nama-nama yang unik, misalnya al-zalzalah, al-qari’ah, an-naba’
dan al-qiyamah. Istilah-istilah tersebut mencerminkan peristiwa dan keadaan
yang bakal dihadapi manusia pada saat itu.
Ø Iman
kepada qada’ dan qadar
Menurut bahasa, qada memiliki
beberapa pengertian yaitu : hukum, ketetapan, pemerintah, kehendak,
pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah adalah ketetapan Allah sejak
zaman azali sesuai dengan iradah-Nya tantang segala sesuatu yang berkenan
dengan makhluk. Sedangkan qadar adalah kejadian suatu ciptaanyang sesuai dengan
penetapan.
Iman kepada qada dan qadar artinya
percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menentukan tentang
segala sesuatu bagi makhluknya.
Para ulama membagi takdir menjadi dua macam, yakni :
1.
takdir
muallaq adalah
takdir yang berkaitan dengan ikhtiar (usaha) manusia.
misalnya : orang miskin berubah
menjadi kaya atas kerja kerasnya.
2.
takdir
mubram adalah
takdir yang terjadi pada pada diri manusia dan tidak dapat diubah-ubah.
misalnya : kematian, kelahiran dan jenis kelamin.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari bahasan materi di atas dapat disimpulkan bahwa islam
dan aqidah harus berjalan seimbang, karena sangatlah erat kaitanya bagi
kehidupan seorang muslim, dengan aqidah yang benar maka seorang muslim juga
akan memiliki tiang dan pondasi agama yang baik. Aqidah terhadap ke Esaan Allah SWT
ini akan melahirkan keyakinan mengakui
adanya Allah, sifat-sifatNya, hukum-hukumNya, dan kekuasaanNya. Pokok Aqidah
ini dengan sendirinya akan mencakup kepercayaan-kepercayaan yang lain, seperti
malaikat-malaikatNya, para rasulNya, kitab-kitabNya, hari kebangkitan dan
ketentuan takdirNya
REFERENSI
https://muslim.or.id/24808-makna-akidah.html
Islamislami.com
0 Comments