BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kebahagiaan dalam Islam adalah
kebahagiaan autentik artinya lahir dan tumbuh dari nilai-nilai hakiki Islam dan mewujud dalam diri seseorang
hamba yang mampu menunjukkan sikap tobat (melakukan introspeksi dan koreksi diri) untuk selalu berpegang pada
nilai-nilai kebenaran ilahiah,
mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, Islam, dan kehidupan, serta menjunjung tinggi kejujuran,
kebenaran, dan keadilan dalam menjalani kehidupan pribadi, sosial, dan
profesional. Pada sisi lain, kebahagiaan itu menjadi tidak lengkap jika tidak mewujud dalam kehidupan konkret dengan
jalan membahagiakan orang lain.
Tak ada orang yang ingin hidupnya
tidak bahagia. Semua orang ingin bahagia. Namun hanya sedikit orang yang
mengerti arti kebahagiaan yang sesungguhnya. Hidup bahagia merupakan idaman
setiap orang, bahkan menjadi simbol keberhasilan sebuah kehidupan. Tidak
sedikit manusia yang mengorbankan segala-galanya untuk meraihnya.
Menggantungkan cita-cita menjulang setinggi langit dengan puncak tujuan
tersebut, yaitu bagaimana meraih kebahagiaan hidup. Dan ini menjadi cita-cita
tertinggi setiap orang baik yang mukmin atau yang kafir kepada Allah.
Apabila kebahagiaan itu terletak
pada harta benda yang bertumpuk-tumpuk, mereka telah mengorbankan
segala-galanya untuk meraihnya. Nyatanya, itu tak pernah diraih dan membuat pengorbanannya sia-sia. Apabila
kebahagiaan itu terletak pada ketinggian pangkat dan jabatan, mereka juga telah
siap mengorbankan apa saja demi memperoleh apa yang diinginkannya. Tapi tetap
saja kebahagiaan itu tidak pernah didapatkannya. Apabila kebahagiaan itu
terletak pada ketenaran nama, mereka telah berusaha untuk meraihnya dengan
apapun juga dan mereka tidak mendapati apa yang disebut kebahagiaan.
B.
Rumusan Masalah
1. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Agama
sebagai Jalan Menuju Tuhan dan Kebahagiaan
2. Menanyakan Alasan Mengapa Manusia Harus
Beragama dan Bagaimana Agama Dapat Membahagiakan Umat Manusia?
3. Menggali Sumber Historis, Filosofis,
Psikologis, Sosiologis, dan Pedagogis tentang Pemikiran Agama sebagai Jalan
Menuju Kebahagiaan
4. Membangun Argumen tentang Tauḫīdullāh
sebagai Satu-satunya Model Beragama yang Benar
5. Pengertian tauhid
6. Pembagian
tauhid
7. Hakekat dan inti tauhid
8. Implementasi tauhid dalam kehdupan
9. Penerapan tauhid dalam kegidupan
10. Pengaruh tauhid
terhadap seorang muslim.
PUH TAUHID TERHADAP KEHIDUPAN SEORA
. . PENERAPAN TAUHID DALAM
KEGIDUPAN
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Menelusuri Konsep dan Karakteristik
Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan
Kebahagiaan
Kebahagiaan dalam Islam adalah
kebahagiaan autentik artinya lahir dan tumbuh dari nilai-nilai hakiki Islam dan mewujud dalam diri seseorang
hamba yang mampu menunjukkan sikap tobat (melakukan introspeksi dan
koreksi diri) untuk selalu berpegang
pada nilai-nilai kebenaran ilahiah,
mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, Islam, dan kehidupan, serta menjunjung tinggi kejujuran,
kebenaran, dan keadilan dalam menjalani kehidupan pribadi, sosial, dan
profesional. Pada sisi lain, kebahagiaan itu menjadi tidak lengkap jika tidak mewujud dalam kehidupan konkret dengan
jalan membahagiakan orang lain.
Berikut pendapat dari beberapa ahli
mengenai makna kebahagiaan:
Al-Alusi : bahagia adalah
perasaan senang dan gembira karena bisa mencapai keinginan atau cita-cita yang
dituju dan diharapkan
Ibnul Qayyim al-Jauziyah : kebahagiaan adalah
perasaan senang dan tentram karena hati sehat dan ber!ungsi dengan baik.
Al Ghazali: bahagia terbagi
menjadi dua antara lain:
Bahagia
hakiki adalah kebahagiaan ukhrawi yang dapat diperoleh dengan modal iman, ilmu
dan amal.
Bahagia
majusi adalah kebahagiaan duniawi yang dapat diperoleh baik itu orang yang
beriman maupun yang tidak beriman
Beberapa
karakteristik hati yang sehat diantaranya:
Selalu
beriman kepada Allah dan menjadikan Al Qur’an sebagai obat untuk hati.
Selalu
berorientasi ke masa depan dan akhirat.
Selalu
mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah.
Selalu
mengingat Allah.
Selalu
menyadarkan diri apabila melupakan Allah karena urusan dunia.
Selalu
mendapatkan ketenangan, kenikmatan, dan kebahagiaan ketika menjalankan sholat.
Selalu
memperhatikan waktu agar tidak terbuang sia-sia.
Selalu
berorientasi kepada kualitas amal selama hidup.
2.
Menanyakan Alasan Mengapa Manusia Harus
Beragama dan Bagaimana Agama Dapat Membahagiakan Umat Manusia?
Kunci beragama berada pada fitrah
manusia. Fitrah itu sesuatu yang
melekat dalamdiri manusia
dan telah menjadi
karakter (tabiat) manusia.Kata
“fitrah”secara kebahasaan memang
asal maknanya adalah suci. Yang
dimaksud suci adalah suci dari dosa
dan suci secara genetis Meminjam
term Prof. Udin Winataputra,fitrah
adalah lahir dengan membawa iman.
Berbeda dengan konsep teologi Islam,
teologi tertentu berpendapat sebaliknya yaitu bahwa setiap manusia lahir telah membawa dosa yakni dosa warisan.
Didunia, menurut teologi ini,manusia dibebanitugas yaitu harus membebaskan diri
dari dosa itu. Adapun dalam teologi Islam, seperti telah dijelaskan,bahwa
setiap manusia lahir dalam kesucian
yakni suci dari dosa dan telah beragama yakni agama Islam.Tugas manusia adalah berupaya agar kesucian dan
keimanan terus terjaga dalam hatinya hingga kembali kepada Allah.
3.
Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Pedagogis tentang Pemikiran Agama sebagai
Jalan Menuju Kebahagiaan.
Secara teologis,beragama itu adalah
fitrah. Jika manusia hidup sesuai
dengan fitrahnya, maka ia akan
bahagia. Sebaliknya, jika ia hidup
tidak sesuai dengan
fitrahnya, maka ia tidak akan bahagia. Secara historis, pada sepanjang
sejarah hidup manusia, beragama itu merupakan kebutuhan dasar manusia yang
paling hakiki. Banyak buku membicarakan
atau mengulas kisah manusia mencari Tuhan. Umpamanya buku yang ditulis oleh
Ibnu Thufail. Buku ini menguraikan bahwa kebenaran bisa ditemukan manakala ada keserasian antara
akal manusia dan wahyu. Dengan akalnya, manusia mencari Tuhan dan bisa
sampai kepada Tuhan. Namun, penemuannya itu
perlu konfirmasi dari Tuhan melalui wahyu, agar ia dapat menemukan yang
hakiki dan akhirnya ia bisa berterima kasih kepada Tuhan atas segala
nikmat yang diperolehnya
terutama nikmat bisa menemukan
Tuhan dengan akalnya itu.
Secara horizontal, manusia butuh
berinteraksi dengan sesamanya dan lingkungannya
baik flora maupun fauna. Secara vertikal manusia lebih butuh
berinteraksi dengan Zat yang menjadi sebab ada dirinya. Manusia dapat
wujud/ tercipta bukan oleh dirinya
sendiri, namun oleh yang lain. Yang menjadi sebab wujud manusia tentulah
harus Zat Yang Wujud dengan
sendirinya sehingga tidak
membutuhkan yang lain. Zat yang wujud dengan sendirinya disebut
wujud hakiki, sedangkan
suatu perkara yang wujudnya
tegantung kepada yang lain
sebenarnya tidak ada/ tidak berwujud.
Kalau perkara itu mau disebut ada
(berwujud), maka adalah wujud idhāfī. Wujud idhāfī sangat tergantung kepada
wujud hakiki. Itulah sebabnya, manusia yang sebenarnya adalah
wujud idhāfī yang sangat membutuhkan Zat yang berwujud secara hakiki,
itulah Allah. Jadi, manusia sangat
membutuhkan Allah. Allahlah yang menghidupkan, mematikan, memuliakan, menghinakan,
mengayakan,memiskinkan, dan Dialah Allah Yang Zahir Yang Batin, dan Yang
Berkuasa atas segala sesuatu.
4. Membangun Argumen tentang Tauḫīdullāh sebagai
Satu-satunya Model Beragama yang Benar
Sebagaimana telah diketahui bahwa
misi utama Rasulullah saw., seperti halnya rasul-rasul
yang sebelum beliau adalah mengajak manusia kepada Allah. Lāilāha
illallāhitulah landasan teologis agama yang
dibawa oleh Rasulullah
dan oleh semua
para nabi dan rasul. Makna kalimat tersebut adalah “Tidak
ada Tuhan kecuali Allah;” “Tidak
ada yang berhak disembah
kecuali Allah;” “Tidak ada
yang dicintai kecuali Allah;”
“Tidak ada yang berhak
dimintai tolong/bantuan kecuali Allah;” “Tidak ada yang harus dituju kecuali
Allah;” “Tidak ada yang harus ditakuti
kecuali Allah;” “Tidak ada
yang harus diminta ridanya kecuali Allah”. Tauḫīdullāh
menempatkan manusia pada
tempat yang bermartabat, tidak
menghambarkan diri kepada
makhluk yang lebih rendah
derajatnya daripada manusia.
Manusia adalah makhluk yang
paling mulia dan paling sempurna
dibanding dengan makhluk-makhluk Allah
yang lain. Itulah
sebabnya, Allah memberikan amanah
kepada manusia. Manusia
adalah roh alam,
Allah menciptakan alam karena
Allah menciptakan manusia
sempurna (insan kamil).
Tauḫīdullāh adalah barometer
kebenaran agama-agama sebelum Islam.
Jika agama samawi yang dibawa oleh
nabi-nabi sebelum Muhammad saw.masih tauḫīdullāh,
maka agama itu
benar, dan seandainya agama nabi-nabi sebelum Muhammad saw.itu sudah
tidak tauḫīdullāh yakni sudah ada
syirik, unsur menyekutukan
Allah, maka dengan terang
benderang agama itu telah melenceng, salah, dan
sesat-menyesatkan. Agama yang dibawa para nabi pun namanya Islam.
5.
Pengertian Tauhid
Islam meyakini bahwa Allah swt
adalah Esa secara mutlak, tidak berbilang dan tidak bersekutu dalam hal apapun.
Siapa saja yang meyakini sebaliknya,maka ia telah jatuh pada kezhaliman dan
dosa yang besar (syirk). Dimensi terpenting dari persoalan tauhid adalah
masalah keesaan Allah ini, karena itu ushuluddin pertama ini di sebut at‐tauhid
Tauhid berasal dari akar kata ahad atau wahid yang artinya satu. Dalam Islam,
ia adalah asas keyakinan (akidah) bahwa Tuhan itu hanya satu, yakni Allah swt
dan tidak ada yang setara juga sekutu dengan‐Nya.
Dia yang wajib disembah dan
dimintai pertolongan. Hanya Dia yang ditaati dan ditakuti. Hanya Dia yang
menentukan segala sesuatu di dunia dan akhirat nanti. Tauhid dirangkum dalam
kalimat tahlil, Laa ilaaha illallaah (tidak ada Tuhan selain Allah). Tapi bukan
berarti semua orang yang mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illa Allah”, serta
merta menjadi orang yang sudah bertauhid (merealisasikannya). Akan tetapi,
menurut para ulama, agar menjadi seorang yang bertauhid (muwahhid) mesti
memenuhi tujuh syarat berikut ini :
1. Ilmu, yaitu mengetahui makna dan maksud
dari kalimat tauhid itu.
2. Yakin, yaitu meyakini dengan
seyakin-yakinnya akan komitmen (dari kalimat tauhid itu).
3. Menerima dengan hati dan lisan
(perkataan) dari segala konsekuensinya.
4. Tunduk dan patuh akan apa yang
diperintahkan-Nya dan apa yang dilarang-Nya.
5. Benar dalam perkataan. Artinya, apa yang
dikatakannya dengan lisan harus sesuai dengan hati
6. Ikhlas dalam melakukan sesuatu.
7. Mencintai kalimat tauhid dengan segala
konsekuensinya.
Didalam surat Al‐Ikhlas sudah di
jelaskan dengan tegas akan keesaan Allah SWT, dan salah seorang Ulama Besar
pernah menyebutkan “satu alasan lain kenapa al‐Ikhlash di turunkan adalah untuk
menjawab pertanyaan‐pertanyaan di masa depan tentang Tuhan, dari sebagian kamu
yang meraguinya.
قل هو الله احد
“Qulhuwallahu ahad” Katakanlah,
Dialah Allah Yang Maha Esa.
Selain menyebitkan keesaan Allah
SWT. Ayat ini juga tersirat makna bahwa Allah itu satu dan tunggal, di ayat ini
Allah juga memerintahkan hamba-Nya untuk mengesakan-Nya. Allah adalah
sebaik-baiknya Maha Pencipta dan yang Maha mengatur serta Maha perencana atas
apa yang terjadi kepada makhluk ciptaannya. Jadi sudah semestinya kita hanya
bergantung kepada Allah.
“Lam yalid walam yulad” Dia tidak
beranak dan tidak pula diperanakan.
Allah SWT itu tunggal dan berdiri
sendiri. Karna jika tidak, maka Allah sama seperti kita makhluk hidup. Sungguh
sesuatu hal yang mustahil karna bagaimana mungkin kita makhluk hidup dapat
membuat keturunan yang beragam dan berbeda. Dan bagaimana mungkin makhluk hidup
dapat menciptakan langit yang secara ilmiah sampai saat ini tidak diketahui
ujungnya dan tidak dapat digapai oleh satupun makhluk hidup.
“Wa lam yakun lahu kufuwan ahad”
Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan dia.
Diayat ini juga, memiliki maksud
bahwa pencipta tak sama dengan yang diciptakan. Sebagai contoh : sebuah meja
tidak sama dengan pembuat meja tersebut dalam sifat ataupun bentuk. Dan makna
lain yang terkandung dalam ayat ini adalah keagungan dan kesempurnaan yang
hanya dimiliki oleh Allah SWT dengan Asmaul Husna-Nya.
6.
Pembagian Tauhid
Berdasarkan apa yang didakwahkan
oleh para rasul dan kitab‐kitab yang telah diturunkan,Tauhid terbagi menjadi
tiga :
1. Tauhid Rubiyah
Yaitu meyakini dan mengakui bahwa
Allah SWT lah yang menciptakan, memiliki, membolak‐balikan, mengatur alam ini,
dan yang Maha mengetahui segala sesuatu. Seperti yang telah disebutkan Dalam
QS. Asy‐Sura ayat 11 yang artinya :
“(Dia) Pencipta langit dan bumi.
Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri yang berpasangan, dan dari
jenis binatang ternak pula yang berpasangan dan berkembang biak. Tidak ada
satupun yang serupa dengan-Nya, dan dialah yang maha mendengar juga maha
melihat. “(QS. Asy-Sura : 11)”.
Hal ini diakui hampir oleh seluruh
umat manusia, adapun kaum yang pernah mengingkarinya adalah kaum atheis, yang pada
kenyataannya mereka memperlihatkan keingkarannya hanya karna kesombongan
mereka. Padahal jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah
alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan yang mengaturnya.
Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :
“Apakah mereka diciptakan tanpa
sesuatu ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka yang menciptakan bumi
itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)”. (QS. Ath-Thur
: 35-36).
2. Tauhid Uluhiyah
Yaitu meyakini dan mengakui bahwa
Allah SWT memiliki hak terhadap semua makhluk-Nya. Hanya Dialah yang berhak
untuk disembah, bukan yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk
memberikan salah satu dari jeis ibadah seperti : berdoa, shalat, meminta
tolong, tawakal dan lain-lain. Melainkan hanya untuk Allah SWT semata. Firman
Allah yang artinya :
“Dan barang siapa yang menyembah
tuhan lain selain Allah, padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu,
maka sesungguhnya perhitungan di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang kafir itu
tidak ada yang beruntung. (QS. Al-Mukminun : 117)”.
Kebanyakan manusia mengingkari
tauhid ini, oleh sebab itulah Allah mengutus para rasul, dan menurunkan
kitab-kitab kepada mereka agar mereka beribadah kepada Allah saja dan
meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
3. Tauhid Sifat atau Asma
Adalah meyakini bahwa sifat-sifat
yang ada pada Allah seperti ilmu, kuasa, hidup, dan sebagainya. Dan juga
merupakan hakikat Dzat-Nya, dan Allah memiliki nama dan sifat baik (asma’ul
husna) yang sesuai dengan keagungan-Nya. Sifat-sifat itu tidak sama dengan
sifat-sifat makhluk, yang masing-masing berdiri sendiri dan terpisah dari yang
lainnya.
7.
HAKEKAT DAN INTI TAUHID
Hakekat dan inti tauhid adalah agar
manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari Allah SWT, dan pandangan ini
membuatnya tidak menoleh kepada selain-Nya tanpa sebab atau perantara, juga
mentaati perintah‐Nya dan menjauhi larangan‐Nya. Dengan adanya tauhid seseorang
dapat dengan mudah melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang berbahaya
dengan keyakinan semuanya berasal dari Allah SWT. Dengan tauhid pula seorang
muslim hanya akan menyembah‐Nya dan mengesakan‐Nya, dan tidak menyembah kepada
yang lain.
8.
IMPLEMENTASI TAUHID DALAM KEHDUPAN
1. Hal yang merusak sikap tauhid.
Sikap
tauhid merupakan sikap mental hati yang kurang stabil akan menyebabkan sikap
ini mudah berubah-ubah. Adapun hal-hal yang dapat mengurangi sikap tauhid,
yaitu:
a. Penyakit Riya
Kelemahan
ini pun disinyalir oleh Allah sendiri didalam Al-Qur’an sebagai peringatan bagi
manusia. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya
proses terjadinya manusia (membuatnya) tak stabil. Bila mendapatkan kegagalan
lekas berputus asa. Bila mendapatkan kemenangan cepat menepuk dada”.
(Al-Ma’aarij: 19-21)
b. Penyakit Ananiyah (egois)
Kemungkinan
mereka yang belum stabil sikap pribadinya, selain sikap riya ialah manusia
menempuh jalan pintas. Rasa tidak pasti tadi diatasinya dengan mementingkan
diri sendiri. Namun sifat ini tidak akan tumbuh didalam pribadi yang mau
beribadah ihsan dan khusyu.
c. Penyakit takut dan bimbang
Rasa
takut ini biasanya timbul terhadap perkara yang akan datang yang belum terjadi.
Adapun cara mengatasi rasa takut ini ialah dengan tawakal’alallah artinya
mewakilkan perkara yang kita takuti itu kepada Allah SWT, maka Allah akan
memberikan pemecahan masalah tersebut.
d. Penyakit Dzalim
Dzalim
artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya atau melakukan sesuatu yang
tidak semestinya.
e. Penyakit hasad atau dengki
Hasad
tumbuh dihati seseorang apabila ia tidak senang kepada keberhasilan orang lain.
Sikap ini biasanya didahului oleh sikap yang menganggap diri paling hebat dan
paling berhak mendapatkan segala yang terbaik, sehingga jika melihat ada orang
lain yang kebetulan lebih beruntung, ia merasa tersaingi.
9.
PENERAPAN TAUHID DALAM KEGIDUPAN
Contoh
penerapan tauhid dalam kehidupan sehari hari adalah dengan selalu mentaati
perintah Nya dan menjauhi larangan Nya, seperti beribadah, puasa, nadzar,
berdoa hanya kepada Allah, ibadah apapun yg dilakukan semata mata diniatkan
hanya karna Allah, tidak berlebih-lebihan dalam mencintai sesuatu. Tawakal dan
bersabar dalam menghadapi musibah.
10. PENGARUH TAUHID TERHADAP KEHIDUPAN SEORANG
MUSLIM
Tauhid
adalah akar dari keimanan seorang muslim. Dengan tauhid yang kuat, maka seorang
muslim akan mampu menjalankan proses penghambaannya kepada Allah tanpa merasa
berat dan terpaksa, karena hanya satu tujuan mereka hidup yaitu keinginan
mereka untuk bertemu dengan tuhannya Allah SWT.
Implementasi
penghambaan mutlak kepada Allah SWT tersebut terwujud dalam berbagai aspek
kehidupan seorang muslim, mulai hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan
manusia dengan manusia lainnya, serta hubungan manusia dengan alam. Ketiga
hubungan tersebut akan terwujud secara selaras dan harmonis, karena memang
itulah perintah Allah. Dengan mempunyai aqidah yang kuat, maka seluruh
rintangan hidup dapat dilaluinya dengan baik dan ringan.
Di
era modern ini, dengan berbagai tantangan dan pengaruh global, seorang muslim
harus mempunyai tauhid yang kuat. Hal itu disebabkan tantangan dan pengaruh
global yang dating banyak memuat unsur-unsur negative yang anti-tauhid.
Manakala seorang muslim dihadapkan pada kesenangan dunia sebagai muatan dunia
kapitalis, maka manusia membutuhkan benteng untuk mempertahankan diri dari arus
negative globalisasi tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Tujuan hidup manusia adalah
sejahtera di dunia dan bahagia diakhirat.
Dengan kata lain,dapat disebutkan
bahagia di dunia
dan bahagia diakhirat. Kebahagiaan
yang diimpikan adalah
kebahagiaan duniawi dan
ukhrawi. Untuk menggapai
kebahagiaan termaksud
mustahil tanpa landasan agama. Agama
dimaksud adalah agama tauḫīdullāh. Kebahagiaan dalam Islam
adalah kebahagiaan autentik artinya lahir dan tumbuh dari nilai-nilai hakiki Islam dan mewujud dalam diri seseorang
hamba yang mampu menunjukkan sikap tobat (melakukan introspeksi dan
koreksi diri) untuk selalu berpegang
pada nilai-nilai kebenaran ilahiah,
mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, Islam, dan kehidupan, serta menjunjung tinggi kejujuran,
kebenaran, dan keadilan dalam menjalani kehidupan pribadi, sosial, dan
profesional.
Dari pembahasan yang telah
dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan betapa pentingnya tauhid bagi seorang
muslim, dan tidak sempurnanya iman seseorang. Bahkan termasuk orang-orang yang
ingkar apabila tidak mentauhidkan Allah SWT.
Dan pembahasan diatas juga
menjelaskan akan keesaan yang hanya dimiliki oleh Allah, yang wajib diyakini
dan diamalkan oleh seorang muslim. Karna tanpa meyakininya berarti orang
tersbut hanya mengakui islam sebagai agamanya tanpa menjadikan islam sebagai
agama yang di yakininya. Sedangkan bagi mereka meyakininya tapi tidak
mengamalkannya sama saja dengan menjadi muslim tanpa bersikap sebagai seorang
muslim.
Daftar pustaka
http://www.erllang.ga/teknik-informatika/makalah-bagaimana-agama-menjamin-kebahagiaan.html Artikel Desember 26,
2010 oleh (http://syialahi.wordpress.com/2010/12/26/tauhidsyiah-imamiyah-tauhid-yang-murni/)
Sebuah
artikel dengan judul tauhid (http://ridwan202.wordpress.com/istilah-agama/tauhid/)
Artikel
dengan judul “sebuah tulisan tentang tauhid
(http://www.inilahjalanku.com/sebuahtulisan-tentang-tauhid/)
Syaikh
Muhammad At-Tamimi, dasar-dasar memahami tauhid, (www.perpustakaan-islam.com
0 Comments